14

59.4K 3.5K 86
                                    

Sebab merelakan aku akan mengerti apa itu sebuah perjuangan, dan aku akan mengerti bagaimana mendamaikan hati dengan keikhlasan.
                 ___________

Setelah acara akad selesai, aku pamit kekamar mandi.

Langsung saja aku menyalakan keran, tubuhku merosot, kaki ku rasanya lemah, tiba-tiba air mataku menetes, ini yang aku tahan-tahan sejak tadi, menangis.

Akan ku pastikan ini terakhir kalinya aku menangisi pria itu, pria yang pernah mengisi hatiku. Semua tentangnya akan aku lupakan.

Ingatlah, Yusuf. Aku pernah menjadi orang yang paling hebat dalam memberi ketulusan. Tapi, keadaan membuatku harus beranjak melepaskan.

Ya, melepaskan. Ini berat tapi mesti ku lakukan. Sebab dengan ini hatiku tenang. Dan dengan inilah sayatan perih dihati perlahan akan mulai sembuh.

Ku tutup pintu hati, berhenti bersandar pada yang rapuh, dan ku titipkan hati pada Dia yang Maha Kuat. Dengan ikhlas aku meminta agar Dia jatuhkan hatiku pada hamba-Nya yang paling tepat. Dimana, hatiku bisa bersanding bahagia dengan hatinya.

Aku menghela nafas kasar, ku usap air mataku sambil beranjak berdiri, lalu mencuci wajah. Setelah itu, aku keluar dari kamar mandi.

"Aduh." Teriaku kaget.

Hampir saja aku terdorong ke belakang, kalau orang itu tidak cepat menangkap bahuku.

Aku mengangkat wajahku dan...

Degg!

Aku menemukan mata Pak Atthar yang sedang menatapku tajam.

Hanya lima detik, tapi terasa sangat lama, badanku mulai gemetar dalam sentuhannya, kakiku terasa lemas.

Apa yang dosen itu lakukan?

"Pak Atthar." Panggilku pelan, aku takut.

Tubuh kami masih berdekatan, matanya masih tidak lepas menatapku.

"Pak... Lepas." Ucapku pelan, sambil meletakkan tanganku didadanya dan mendorong pelan.

Pak Atthar seolah tersadar dan melepaskan tangannya dari bahuku.

"Maaf." Ujarnya seperti orang linglung.

"Maaf, Ning, saya tidak sengaja, beneran, Maaf ya, Ning." Ucap Pak Atthar seolah dia melakukan kesalahan yang tak termaafkan.

"E..eh, iya Pak, salahku juga nggak lihat jalan." Aku menenangkannya.

Pak Atthar mengusap wajahnya dengan kedua tangan, kemudian menghela nafas "Saya kira kamu bakalan marah-marah seperti kejadian dicafe." Ucapnya sambil terkekeh.

Ternyata dia masih mengingatnya, aku jadi malu sendiri mengingat kejadian waktu itu.

Aku membalas ucapan Pak Atthar dengan tersenyum kikuk, bingung juga mau ngomong apa.

"Mau kemana?." Tanya Pak Atthar.

Aku menghendikkan bahu, "Mm.. Nggak tahu, mau ke Iren tapi dia lagi sama Yusuf, nggak mungkin kan gangguin pengantin baru." Ucapku terkekeh.

Pak Atthar menatapku lembut, "Saya tahu kamu sedang tidak baik-baik saja, Ning."

Aku menghela nafas pelan "Pak Atthar sok tau." Kataku ketus, lalu berjalan meninggalkan dia yang masih berdiri didepan kamar mandi.

"Ning!."

Aku tersenyum kearah Iren. Dia menyuruhku kesana dengan gerakan tangannya. Aku mengangguk.

Iren sedang berada ditempat duduk yang dikhususkan untuk pengantin, disamping Iren juga ada, Yusuf.

Aku tersenyum lalu memeluk Iren dengan erat. "Selamat ya. Ehm, udah sah nih?." Ucapku pelan ditelinganya.

Penantian Halalku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang