Mendengar cerita kakek bernama Sami'un, meremang bulu kuduk Tiang Bungkuk. Kinilah dia baru sadar, bahwa dia sekarang sedang berada di Gunung Tangah.
Ternyata Gunung Tangahlah yang dianggap Tiang Bungkuk rumah indah semenjak dia pertama tiba disini. Dan Gunung Sangku itu ternyata rumahnya juga.
"Kamu tak perlu takut Tiang Bungkuk. Kamu sudah kami anggap orang kami sendiri. Dan kami tidak akan menahan kamu di sini. Itulah sebabnya maka kamu tadi kakek larang minum air tersebut. Sebab, apabila air itu tadi kamu minum, kamu tak lagi akan bisa ke kampungmu sampai kamu mati", katanya.
Tiang Bungkuk tak menjawab. Dia diam saja. Matanya liar mengelilingi sepanjang ruangan demi ruangan rumah besar dan indah itu.
"Kini, kalau memang kamu ingin ilmu yang aku miliki, masuklah kamu ke kamar yang satu itu", kata kakek Sami'un kepada Tiang Bungkuk sembari menunjuk sebuah kamar yang gelap tak berlampu.
Tiang Bungkuk masuk ke kamar tersebut. Begitu dia akan masuk, pintu kamar tersebut langsung terbuka, Tiang Bungkuk mendengar bagaikan bunyi kambing banyak berlari dari kamar tersebut. Dia melihat seekor kambing yang terlambat lari. Persis dia melihat seekor kambing hutan.
Dalam pikiran Tiang Bungkuk terpikir-pikir, bahwa mungkin saja dia sedang berada dalam sebuah goa yang isinya kambing hutan. Sebab menurut ibunya, di Gunung ada kambing hutan, milik orang gunung tersebut.
Sesampai di dalam kamar gelap tersebut, tiba-tiba terdengar suara oleh Tiang Bungkuk yang mengatakan agar dia menuruti apa yang disebut suara keras dan besar Tiang Bungkuk mengiyakannya.
"Alam aku. Aku alam. Aku berada dalam alam. Alam berada dalam aku.Aku alam ",bunyi suara itu. Suara itu dituruti Tiang Bungkuk sampai tujuh kali.
Setelah itu, menurut suara tersebut, asal yang bernama kejahatan tidak akan mempan kepadanya. Dan gunanya memang untuk menumpas apapun bentuk kejahatan di muka bumi.
Setelah itu Tiang Bungkuk keluar dari kamar tersebut, sesampai diluar langsung dilabrak kakek tadi dengan sebuah kayu sebesar paha. Namun Tiang Bungkuk tak merasakan apa-apa. Kemudian dia bacok pula dengan sebuah parang tajam dari belakang, namun Tiang Bungkuk tak apa-apa.
Selanjutnya kakek itu membawa Tiang Bungkuk kembali turun ke halaman. Sesampai dihalaman, Bunga sigadis manis itu membawa obor besar yang sedang menyala.
Selanjutnya, Kakek Sami'un mengambil obor tersebut dari tangan cucunya. Kemudian obor itu dia sodorkan ke badan Tiang Bungkuk, Tiang Bungkuk tak apa-apa.
Ketika ditanya kakek itu, apa yang ia rasakan dari api obor tersebut, ia hanya menjawab, sama sekali tidak ada yang ia rasakan.
Kini kata Kakek Sami'un, Tiang Bungkuk sudah boleh pulang. Tetapi untuk bekal dia membakar sebuah menyan. Sehabis menyan itu dibakar, asapnya dia kipaskan dengan tangan kanannya ke kepala Tiang Bungkuk.
Sehabis itu, Tiang Bungkuk diantarkan Bunga sampai ke sudut halaman. Sesampai dia di sudut halaman tersebut, Bunga mengatakan kepada Tiang Bungkuk, bahwa dia sangat membutuhkan kepedulian Tiang Bungkuk setiap saat.
"Bukan kamu saja yang demikian, akupun juga membutuhkan kepedulianmu Bunga ", tutur Tiang Bungkuk. Ketika Tiang Bungkuk akan mencium kening gadis itu, tanpa dia sadari mulutnya terangkat ke atas.
Tiang Bungkuk kembali sadar. Bahwa sekarang bukan berhadapan dengan anak manusia. Dia sekarang sedang berhadapan dengan penghuni Gunung Tangah.
"Sabarlah pendekar Gunung Sangku. Nanti kita akan bisa jua bersatu. Alam gaib dan alam nyata bukanlah sebuah pemisah bagi kita berdua. Kini pulanglah Kakak", kata Bunga sembari tersenyum malu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Gunung Sangku
ActionKisah dari Ranah Minang Tentang Pendekar Silat,Dendam,Kematian Dan Drama Cinta