Selanjutnya, sesampai di rumah, setelah orang banyak pulang satu persatu, mereka makan bersama. Beberapa orang tokoh masyarakat Batang Pudau yang hadir di rumah ini pun makan bersama-sama dengan mereka.
Kejadian hari itu benar-benar mengejutkan dan amat spektakuler kata orang di era modern sekarang ini. Mengapa tidak, setelah demikian lama berpisah dengan menelan rasa rindu yang bukan main, kini bertemu dalam suatu keadaan yang tidak di sangka-sangka.
Tak lama kemudian, setelah malam tiba, berdatanganlah orang kampung di rumah Pak Munaf, mereka di samping melihat ibu Nurani dan keluarga yang baru datang, juga merencanakan acara kenduri yang akan diadakan sekaitan dengan kepulangan Ibu Nurani bersama Pendekar Gunung Sangku.
Didapatkanlah kesepakatan malam itu, bahwa tiga hari lagi akan dilangsungkan acara helat memotong sapi yang dibiayai orang kampung Batang Pudau secara bersama-sama, sebagai tanda bersyukur karena Pendekar Gunung Sangku telah mampu menciptakan ketenangan karena sudah hilang rasa takut di kampung ini. Tempatnya akan dilangsungkan di balai-balai adat.
Habis acara musyawarah yang tidak terlalu formal ini, orang pada pulang ke rumah masing-masing. Selanjutnya seisi rumah itu tidur dengan mimpinya masing-masing.
Hari yang ditunggu sudah tiba. Acara helat adat sudah dimulai, yang ditandai dengan gendang canang, seruling batang padi, pencak silat dan tari-tarian.
Anak-anak muda bersuka ria. Makan dan minum silih berganti, karena banyaknya tamu dari seisi kampung itu yang datang ke balai-balai . maklum pesta mereka bersama. Pesta nagari.
Wajah Pendekar Gunung Sangku terkadang cerah dan terkadang sayu. Sebab kadang dia gembira karena ada Bunga disisinya. Namun kadang dia berwajah sayu karena hatinya mengingat Jusni, kekasih yang belum sampai kasihnya. Apalagi kasihnya itu tidak akan pernah sampai. Sebab orang yang ia cintai telah tiada, telah pergi untuk selama-lamanya.
Ibu Nurani pun terlihat demikian, karena kadang ia teringat Jusni dan suaminya, pak Tian. Dan kadang wajahnya dirayu keindahan alam yang tergambar oleh ramainya helat nagari menyambut kepulangannya ini.
Terkadang di benak Ibu Nurani, betapa bahagianya dia jika penyambutan kepulangannya ini dihadiri Jusni dan Pak Tian sendiri, sebagai orang yang sebenarnya amat menderita selama ini.
Namun sayang kehendak Allah berbeda dengan kehendak Ibu Nurani, Pak Tian dan Jusni, ketika dua kehendak yang saling berbeda tiba. Antara kehendak Allah dengan kehendak umat-Nya, maka kehendak Allah jualah yang akan berlaku.
Inilah sebagai bukti bahwa Allah maha kuasa dan maha dari segala-galanya, yang selama ini masih banyak umat yang belum seratus persen mempercayainya.
Gendang canang semakin bertalu-talu, iramanya sampai ke atas angkasa sunyi, kelangit lapis ke tujuh. Sorak sorai anak-anak muda bagaikan bunyi gelak tawa orang di tengah keramaian dengan apapun jua.
Berbagai kesenian tradisional kampung Batang Pudau ditampilkan. Silat tradisional Minang, tari piring, tari tupai bergelut, tari meniti telur ayam dan menari di atas deretan kelapa hijau muda, muncul ke tengah gelanggang ramai itu.
Setelah dua hari dua malam helat dilangsungkan sampailah kini pada malam ketiga hari kedua. Malam ini rumah gadang selajang kudo balari di rumah adat Minangkabau yang bertingkat dua, bergonjong enam, rumah persukuan Ibu Nurani, dilangsungkan sebuah acara yang dihadiri oleh seluruh ninik mamak pemangku adat lengkap dengan bundo kanduang, mantri dan dubalang serta ruah tungganai. Acara itu adalah acara memberi tahu kepada orang dikampung bahwa yang datang ini bukanlah orang lain yang datang ke Batang Pudau, seperti yang dibayangkan dalam pertemuan di tengah padang beberapa waktu sebelumnya. Akan tetapi adalah ibaratkan keris yang pulang kesarungnya, ibarat jenggot yang pulang ke dagunya. Maksudnya yang datang ini adalah orang Batang Pudau sendiri yang pulang ke kampungnya, yang telah cukup lama menghilang dari kampung, dibawa untung penderitaannya yang malang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Gunung Sangku
ActionKisah dari Ranah Minang Tentang Pendekar Silat,Dendam,Kematian Dan Drama Cinta