Awalnya aku tidak percaya ada cinta karena senyum yang pertama. Namun nyatanya, senyum pertama yang kamu tampilkan tak mampu ku lewatkan begitu saja. Ada begitu banyak rasa yang ku kenal hingga bisa ku simpulkan bahwa ini adalah cinta.
Berada di balik punggung tegakmu, aku menata hati agar selalu siap saat kau hadiahi patah hati. Tidak, bukan kamu sengaja ingin memberi luka. Bagaimana bisa kamu menoreh luka saat tidak kau ketahui tentang rasaku yang menjadi bayanganmu?
Berada sebagai yang tak kentara, aku mencoba untuk tersenyum saat tawamu mengudara bersama ia yang kamu sebut cinta.
Mirisnya, aku benar-benar tak bisa mengungkap tentang rasa yang membuatku terperangkap di dalamnya. Aku tak bisa berbicara bahwa mencintaimu tengah aku alami.
Apa yang akan kamu lakukan jika dulu aku seberani mereka yang dengan mudahnya berucap cinta? Apa yang akan kamu lakukan jika dulu aku senekat itu untuk memintamu ada di sampingku?
Ah, nyatanya aku tidak selantang itu. Aku tidak seberani itu untuk membuatmu tahu bahwa ada hati yang menunggu kau temukan. Sebab ketakutanku adalah melihatmu menjauh tanpa mau menoleh lagi.
Ah, bahkan kamu hanya sesekali menoleh padaku. Memastikan bahwa di belakangmu masih ada seseorang yang mendukung setiap langkah yang tengah kau tapaki. Memberimu keyakinan bahwa jika kegagalan menyambutmu, selalu ada aku yang menangkapmu.
Begitulah kodratnya mencintai seorang diri. Tidak peduli betapa bersama tak akan pernah menjadi nyata, memastikan bahwa kamu baik adanya adalah hal yang terus aku lakukan. Menjaga agar senyum yang kamu punya tak pernah terenggut oleh luka adalah hal yang tengah ku perjuangkan.
Kota K, 23 Desember 2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poetry[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...