Ada banyak pertemuan yang telah di rencanakan oleh semesta. Salah satunya adalah perihal tatap yang mempertemukan kita. Belum banyak yang bisa ku jelaskan tentang senyumanmu yang terasa menenangkan.
Ah, mungkin mendebarkan lebih tepatnya.
Pada getar yang mengawaliku untuk berikrar sebagai pengagummu, tidak pernah ku bayangkan bahwa rasa yang tak pernah ku pusingkan bisa menjadi bumerang yang begitu menyakitkan. Terlebih ketika melihatmu tertawa bersama dia yang kamu cinta.
Sejatinya, aku tidak pernah menganggap ini sebagai rasa yang lebih dari sekadar kagum semata. Aku tidak pernah menaruh banyak harapan pada dirimu yang tak paham arti sebuah kehadiran.
Namun nyatanya, semesta mengajakku bergurau dengan menjatuhkanku pada duniamu yang tak bisa ku masuki. Membuatku terus menatap tanpa mampu untuk mendekat.
Lalu aku harus apa? Ketika hati telah diberi rasa, bisakah aku lari menghindar agar tak ku temui kecewa pada akhirnya? Bisakah aku tidak jatuh cinta saja agar patah hati tidak menghampiriku terlampau dini?
Sayangnya, aku tak bisa melawan apa yang hatiku telah katakan. Mencintaimu bukan pilihanku, terlebih saat hanya aku yang mencintai. Mengagumimu seperti tidak lagi bisa ku jadikan tameng sebab ada cintaku yang membuatnya terasa nyata.
Aku mungkin masih menyesal, mengapa aku pernah bermain dengan rasa kagum. Ingin mengubah hati agar tidak menjadi lebih dalam lagi, sepertinya aku terlambat untuk itu.
Kini, akan ku jalani setiap rasa yang ku alami. Tidak apa berteman luka, mungkin bahagia ada di dalamnya. Tidak apa bersandar kecewa, mungkin suka ada sebagai penawarnya.
Kota K, 22 Desember 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poesía[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...