Aku membuka kilasan-kilasan peristiwa saat ragamu masih bisa ku lihat dari dekat.
Saat berpapasan masih sering menakdirkan kita sebagai dua objek yang tak diciptakan untuk disatukan, saat itu aku masih belum mengerti ikhlasnya perasaan.
Saat pertemuan yang menghadirkan senyuman menjadi satu-satunya penghubung dari harapan yang ku kira akan bermekaran, saat itu aku mulai menyadari tentang perbedaan sebuah perasaan yang tak mampu dipaksakan.
Saat tak ada lagi perjumpaan dengan sapaan yang berhasil membuat anganku tak berani melambung tinggi, saat itulah aku menyadari bahwa cinta yang bersemi dari awal tak akan menghasilkan apapun melainkan nihil.
Berada dalam satu lingkungan sama, nyatanya hanya membuat laraku semakin terasa.
Berada dalam satu ruang yang sama pun tak akan menjamin sebuah rasa tumbuh pada hati keduanya. Iya, punyamu dan milikku.
Namun, yang tak mampu ku jelaskan, berada dalam kungkungan jarak tak selamanya menjadikan rasaku hilang tanpa sesak.
Berada dalam tempat yang berbeda, tanpa tatap yang mampu ku lihat sejenak, tak mampu menghilangkan cinta yang ku punya.
Lalu, aku harus apa?
Saat rasamu sudah jelas tak mampu ku miliki, hati masih saja tenang berdiam diri.
Saat ragamu sudah jelas tak bisa berada di sisiku, hati masih saja asyik menjadi penghamba rindu.
Kota K, 08 Februari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poetry[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...