Pada akhirnya, kebetulan-kebetulan yang ku paksakan hanya berujung pada keretakan tanpa sambutan yang membuatnya lenyap tanpa kejelasan.
Bersama derap yang membawamu menjadi asing, aku mencoba berbaur pada bising yang semakin membuatku hilang dari pandang.
Bersama harapan yang tak lagi ingin kembali, aku mencoba merangkai kepingan penyesalan saat rasaku hanya mampu ku sembunyikan.
Hanya melihatmu tertawa di depan sana, semudah itu aku merasa bahagia.
Hanya melihatmu berdiri tegak tanpa kepiluan seperti yang ku rasakan, semudah itu senyuman selalu mampu ku terbitkan.
Sebab aku telanjur mencintaimu tanpa balasan, maka izinkan aku tetap merasa walau adamu selamanya hanyalah asa.
Sebab cintaku telanjur bertepuk sebelah tangan, maka biarkan aku menikmatinya sampai luka dan kecewa tak lagi jelas terasa.
Tapi, kadang inginku menjadi yang di sampingmu menguar tanpa mampu ku cegah keberadaannya.
Menyayat tepat pada hati yang ku jaga rapat, meremuk segala keyakinan bahwa mencintai sendirian tak melulu menyakitkan.
Tapi, kadang harapku menjadi rumahmu pulang menjadi bumerang saat memandangku tak pernah kamu lakukan.
Aku tak apa, sungguh.
Sekalipun bersamamu masih menjadi damba yang seringnya menyisakan hampa juga lara, bertahan adalah caraku menikmati kesepian.
Sekalipun bersanding denganmu hanyalah satu ketidakmungkinan yang tak lagi mampu ku perjuangkan, menetap adalah caraku membunuh ketiadaan.
Kota K, 06 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poetry[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...