Berapa Lama Lagi?

45 2 0
                                    

Sejauh apapun kaki membawaku berlari, jarak tetap tak mampu untuk  membuat bayangmu pergi.
Selama apapun aku menghindar dari kejaran kecewa, hati tetap tak mampu bebas dari terluka.

Sungguh, jika mencintaimu berarti mengorbankan hatiku untuk patah terlalu dini, aku memilih untuk sendiri tanpa kamu yang menetap dalam hati.
Jika mempertahankanmu berarti membiarkan perih menyayat semakin dalam, aku memilih melupakanmu saja. Mengejar bahagia tanpa perlu untuk meretak.

Namun, tak ada yang mampu benar-benar terlepas dari luka yang semesta perlihatkan.
Dunia terasa begitu apik dalam membungkus luka hingga ia tampak menarik.
Sempurna, hingga beberapa dari mereka memilih bertahan dalam kesakitan yang abadi.

Ah, benar. Selamanya tak akan ada yang abadi. Begitu juga dengan perih yang ku rasa. Maka, begitu pula yang ku pikirkan.

Nanti, akan ada masa dimana aku mampu tersenyum tanpa perlu menyembunyikan apapun.
Akan ada masanya dimana aku bisa berjalan tanpa terbayang kamu lagi.
Seutuhnya melepaskan rasa yang menjerat hati, nanti aku bisa.

Kini, ku biarkan semua mengalir sesuai alur, agar tak perlu lagi aku memaksa hati untuk melawan.
Namun, tak juga ku biarkan diriku kembali tenggelam, hanyut dalam perasaan yang belum sepenuhnya mampu ku hilangkan.

Ku nikmati saja, sampai tak ada lagi penyesalan atas sesuatu yang terjadi. Sampai tak ada lagi keinginan-keinganan yang berlawan dengan kenyataan. Sampai tak ada lagi pengharapan pada tempat yang sama dimana aku menuai luka.
Sampai waktu membersihkan rasaku dengan bahagia.

Kota K, 30 Maret 2018

MemoarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang