Langkah-langkah itu perlahan membentang jarak. Ada yang perlu dibebaskan, ada yang harus diutuhkan setelah kata selesai diucapkan. Tak ada lagi genggaman yang terasa menguatkan. Tak ada lagi tatapan menenangkan. Hatimu sudah tahu kemana ia menemukan tambatan yang ternyata bukan aku.
Aku mencoba baik-baik saja atas semua yang kurasa. Tapi, nyatanya tetap tak bisa. Menghadapi kegagalan sama halnya dengan menenggelamkan diriku perlahan-lahan. Semua begitu menakutkan untuk disikapi dengan senyuman, saat kebahagiaan yang kuharapkan menghilang tanpa perhitungan.
Pada detik ini, aku memilih menyendiri untuk mengetahui seberapa dalam diriku tenggelam. Tak kubiarkan seorangpun turut menyelami kehancuran yang kudapatkan.
Segalanya terasa seperti mimpi. Pergimu, adalah nyata yang telah ku prediksikan. Namun, luka yang timbul karenanya tak pernah mampu kusiapkan. Sebab itu, kehilanganmu terasa begitu menyedihkan.
Aku paham, tak selayaknya aku begini. Tak sepantasnya aku mencintai hingga segala bahagia kugantungkan pada dirimu. Cintaku meremukkan, dan aku menyalahkanmu atas itu. Ini salahku. Aku mengakui itu.
Kota K, 31 Juli 2018

KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poetry[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...