Aku mengagumimu separuh windu. Bersembunyi di balik rasa tanpa suara, aku mengikhlaskan apapun yang kamu lakukan bahkan ketika kamu menjatuhkan pilihan pada dia yang kamu janjikan kebahagiaan.
Aku mengagumimu separuh windu. Berdiam bersama rasa yang kian dalam, aku mencoba tersenyum melihatmu baik-baik saja bersama dia walau pada malam yang kembali menyapa, air mataku merebak tanpa sebab.
Aku mengagumimu separuh windu. Bertatap dengan ketidakmungkinan yang semakin meyakinkan, aku mencoba bahagia dengan berada di belakangmu, menjadi bayangan yang bertolak dengan kenyataan.
Sebab aku mencintaimu separuh windu. Dengan atau tanpa rasa yang berbalas, rasaku tak mudah untuk terlepas. Bersama jarak yang semakin menjabarkan apa itu batas, aku masih bertahan pada harapan yang terasa kebas.
Sudahlah, biarkan aku tetap mencinta walau nyatanya hanya pada keretakan cintaku akan bersambut. Biarkan aku tetap menjadi diriku yang terbiasa dimakan rasanya sendiri, hingga berubah arah pun tak bisa ku lalui.
Sebab berubah tujuan pun tak mampu menjanjikan pelabuhan, maka aku akan berjalan dengan atau tanpa perubahan. Ku biarkan hatiku menuntun kemana nantinya luka akan bermuara. Ku biarkan rasaku teronggok, hingga waktu kemudian menjawab akan seperti apa rasaku berakhir.
Sebab rasa yang telanjur patah, sulit untuk dibenahi, walau setengah mati benar-benar ingin ku perbaiki.
Maka kini, aku seutuhnya berserah pada langkah yang telah aku lewati, tidak peduli pada apa yang tegah menanti di depan sana.
Kota K, 25 Desember 2017

KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poetry[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...