Laiknya kenangan yang tak mampu benar-benar terlupakan, di sanalah kamu berada. Pengap, mengendap, tak mampu ku uraikan, hingga sesak itu terasa kian mendalam.
Segalanya terasa begitu cepat, sebab aku yakin bahwa aku masih diam di tempat. Apa aku yang terlampau lambat karena mengira jika takdir kita masih dekat?
Berkali aku mencoba lari, keluar dari perasaan sepi yang terus menyakiti. Bayangmu terus mengikuti, hatiku tak mungkin ku tinggal pergi. Sekalipun remuk adalah sisa yang ku terima pada akhir cerita kita, tak ada yang mampu ku lakukan selain menyembuhkan. Berkutat dengan kepingan sampai utuh benar-benar aku dapat.
Aku harap, tak akan ku temui seseorang sepertimu lagi. Biarlah hanya sekali, biarlah hanya kamu seseorang yang semesta beri untuk menjadi pematah yang mendekati titik tertinggi.
Pernahkah kamu membayangkan jika ternyata patah hatiku sekalut ini? Pernahkah kamu mengira seberapa berartinya harapan yang ku gantungkan padamu?
Namun aku mengerti, ada hal-hal yang tak sejalan dengan pengharapan. Untuk sebuah keikhlasan, agar nantinya kekuatan lebih tertanam dalam diri.
Karena itulah, sedapat mungkin aku berusaha mengeluarkan diriku dari harapan yang masih menggantung, juga dari kenangan yang masih tersusun apik.
Aku tak akan memaksa untuk mengenyahkannya, selama apapun aku tak akan pernah sanggup. Bukankah aku hanya perlu menutupnya? Sembari menyembuhkan luka juga menghilangkan rasa yang aku punya.
Nanti jika sudah tak lagi merasa kecewa, kapanpun pintu kenangan mempersilahkanku untuk bertamu, aku percaya aku tak akan menangisinya lagi.
Kota K, 14 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
Poetry[CERITA TIDAK DI PRIVATE] Mari ke sini, biar ku ceritakan bagaimana masa laluku bekerja sampai saat ini. Bagaimana luka setiap hari menyertai bahagia yang baru akan ku nikmati. Tidak masalah, akan ku jalani setiap resah pada rindu yang meminta sudah...