Supposed To

1K 187 81
                                    

Papa Joongki naikin alis, barusan aja duduk disamping perjaka sulungnya. Beliau langsung dibuat heran tujuh putaran. Menemui ekspresi Daniel yang menerawang. Sebuah kerupuk udel (nyaris hancur) cowok itu gigit sembari melamun menatap tv yang dimatikan.

"Ma, anakmu kesambet?"

Mama menoleh dari acara memijat kaki nenek yang berbaring di sofa panjang.

"Mungkin pah? Sembur aja biar sadar, takut keterusan"

Papa Joongki geleng-geleng. Punya istri sama anak kok ya bahlul semua, jadi dia melirik jam bundar yang dipajang menempel di dinding tepat atas antena TV. Sugar daddy itu lantas mencolek bahu perjaka tuanya, sekali. Daniel masih mengenyot ujung kerupuk udelnya.

Dua kali, Daniel masih terdiam.

Tiga kali, Papa Joongki mencubit bahu anaknya.

"ADIH!" Daniel berjengit, buru-buru meraup sisa kerupuk udel yang tertinggal di sela bibir. Lantas menatap lebar kepada papanya sambil mengunyah.

"Beliin papa rujak soto ya? Rumahnya bude Soeun? Yang deket sungai, sekalian jalan-jalan kamu jangan nyungsep terus" titah papanya sambil merogoh saku kaos polo yang tengah dikenakan. Kepala keluarga Kang lantas mengeluarkan selembar uang berwarna merah yang masih licin, hanya terlipat bagian tengah. Baru turun mesin. Daniel buru-buru menelan kerupuk udel yang sudah halus digilas, lantas menyambar lembar seratus ribu yang disodorkan papanya.

"Jihoon mana? Dani sendirian nih?" Dia bangun, selipin uang tadi ke saku celana denim pendeknya. Papa Joongki nunjuk kamar yang pintunya ditutup.

"Bobok cantik"

Suka lupa gendernya anak kedua.

"Ntar nyasar gimana?" Daniel majuin bibir bawah, tingkah merasa gwiyeowo yang membuat papanya memasang raut sedatar lantai keramik.

"Udah besar, kak, udah bisa lari kalau digodain orang" celetuk mama Hyekyo, masih asik mengurut kaki ibunya.

"Yih, suka rela anaknya dicabein"

Bilang di mulut pedas, tapi Daniel tetap membenahi kaos tipis hitam yang dia pakai, lantas beranjak keluar rumah setelah mencomot satu lagi kerupuk udel dari toples besar diatas meja yang masih terbuka.

Daniel tidak heran, semisal acap dua atau tiga jam dari sejak sarapan, papa atau mama-nya bertitah untuk finding makanan. Karena, memang, mereka berlibur untuk berpuas diri. Jadi ya, selain menikmati udara Banyuwangi (yang sedingin hubungan kalian) mereka juga mencoba satu per satu menu di warung-warung yang menjulang diatas petak-petak tanah kompleks (bercampur desa) kelahiran mama Hyekyo tersebut.

Karena memang sejak sampai malam lalu, Daniel belum jalan-jalan mengitari kompleks sama sekali. Pun dia merasa cukup lelah karena sekalinya berlibur dia malah terkena mabok darat. Jadi sebenarnya cukup dinalar bisa menerima apabila dia tepar nyaris dua belas jam.

Kompleks tempat rumah nenek Daniel ini sebenarnya merepet ke sebuah desa, yang apabila ditilik lebih lanjut, rumah nenek masih terdaftar di tanah milik desa tersebut. Namun karena satu dan lain hal, alamat rumah nenek di ikutsertakan dengan kompleks perumahan itu. Lantas, karena masih kental dengan unsur-unsur pedesaan, maka Daniel tidak lagi menganga heran begitu melihat petak demi petak sawah yang sudah tidak lagi ditanami hijaunya padi karena musim panen telah usai. Langkah demi langkah dilewati dengan rileks kerana buaian semilir angin yang tidak teracuni oleh karbondioksida.

"Eh, anaknya Hyekyo ya?"

Buah keramah-tamahan yang nyata, Daniel tersenyum lebar pada seorang pria kekar yang memanggul pacul bernoda lumpur. Mereka berpapasan di tikungan, arah gang rumah nenek Daniel dengan jalan menuju daerah desa yang melipir di tepian sungai.

Selection ; OngnielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang