Hows Morning Done

1.2K 185 30
                                    

Warn; someone's centric. Shorty one. Slap me approved

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


"Gotta go, yeah, okay"

Aku menoleh, menatap suamiku yang barusaja menuruni anakan tangga terakhir sembari berbincang via telepon. Rambutnya tertata rapih, begitu serasi dengan setelan formal warna putih yang dia kenakan.

Ah, tampan seperti biasa.

"Okay, please. Im on my way" lihat wajah kesalnya pada orang yang tersambung dari telepon itu. Aku nyaris tertawa, jika dia tidak lebih dulu menatapku, lantas mendekat. Raut kesalnya hilang, berganti dengan sebuah senyum lebar. Telepon yang masih tersambung dari ponsel dalam genggamannya pun terabaikan.

"Morning, sunshine"

Satu kecupan mendarat dikeningku. Aku terkekeh pelan, dengan hati-hati aku pindahkan omelete sosis kesukaan nya (yang baru matang) dari pan, keatas sebuah piring.

"Who's there?" Aku bertanya, lip service saja sebenarnya. Berbalik untuk meletakkan pan ke tempat pencucian piring. Suamiku sudah duduk di meja makan, ponselnya disimpan didalam saku celana.

"Hyunbin, ada meeting dadakan, aku suruh dia handle sebentar"

Begitu aku berbalik kembali, senyum lebarku tak mampu tertahan. Melihatnya menghabiskan omelete buatanku dengan lahap saja membuat jutaan bunga bermekaran di perutku. Rasanya tetap aneh meskipun bulan depan kami akan merayakan hari jadi pernikahan yang ke dua.

"Jangan berdiri saja, hei, bantu aku habiskan ini" teguran itu nyaris membuatku terlonjak. Ah, sial, melamunkan suamiku di pagi hari begini terasa memalukan.

Aku berdeham kecil, mendekatinya yang masih asik mencari potongan-potongan sosis diantara telur yang tak lagi berbentuk. Kemudian aku mengambil tempat disampingnya, memandangnya lekat.

"Bertemu Sungwoon-hyung jam berapa?" Dia bertanya, menyodorkan sesuap omelete yang langsung aku makan tanpa protes. Aku suka caranya menatapku ketika aku sedang mengunyah.

"2 i guess? Sungwoon-hyung kan sibuk"

Aku mengedikkan bahu, menopang dagu menatapnya menandaskan omelete. Okay, anggap aku aneh tapi aku sangat suka side-profile nya. Dia tampan, semua orang akan bilang ya tanpa perlu berfikir. Namun mereka tidak tau kalau suamiku ini bisa jadi sangat manis, dilihat dari satu sisi.

"Wae? Tatapanmu itu seperti minta 'digarap' padahal masih pagi"

Sialan.

Aku tersenyum masam, nyaris mengikuti refleks untuk menyiram muka jahilnya dengan secangkir kopi yang tadi juga aku seduhkan untuknya.

"Im done, okay, jangan buat aku telat karena masih ada malam untuk bersenang-senang"

Lihat, dia malah semakin menggoda. Padahal aku hanya diam, enggan meladeni ocehannya yang terlampau menyebalkan. Aku menghembuskan nafas pelan, sabar, sabar. Orang sabar disayang pacar, ei, suami maksudku.

"Just go, kau bilang ada meeting" aku menekan rasa kesalku dengan membuatnya mengingat ulang. Haha, kena kau. Ekspresinya langsung kelabakan begitu aku menyinggung soal meeting. Well, bagaimanapun juga dia punya sifat seorang work-a-holic.

"Fine, fine, im out-" dia bangkit dari kursinya. Lantas mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana sembari berjalan menuju pintu keluar rumah kami. Aku hanya beranjak, mengikutinya dalam diam.

"Hyunbin- nah, nah, macet. Iya aku sampai tujuh menit la- fuck! Aku tidak telat satu abad!" dasar bos, mentang-mentang dia yang punya hajat dia bisa mengumpati asistennya seenak hati. Aku hanya bisa menggelengkan kepala menyimak tingkahnya dari balik punggungnya.

Dia memakai sepasang pantovelnya dengan tergesa, ponsel terapit diantara bahu dan kepala. Aku kasihan, tapi mau bagaimana lagi, aku pun hanya bisa melihat. Hingga akhirnya dia menoleh sebelum benar-benar membuka pintu.

Aku menaikkan sepasang alisku.

Senyumnya merekah diantara kedutan-kedutan kesal diwajahnya yang berisi. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku ikut tersenyum. Seperti sebuah teka-teki yang aku sudah mengerti code-nya, aku bergerak mendekat, sedikit memejamkan mata ketika bibirnya menekan lembut bibirku.

Lama.

"Its really work out, aku pergi ya? Jangan pulang terlalu sore"

Senyumnya semakin lebar ketika aku mengangguk, pintu pun dia buka dengan ayunan tanpa dipaksa. Aku melambai singkat ketika dia mulai bergerak keluar sembari berkata.

"See you, Daniel"

Pintu rumah kami tertutup dibalik tubuhnya.

"See you, Seongwu-ya"

Aku tidak bisa tersenyum lebih lebar daripada ini.

.

.

.

.

.

.

.

Pendek kan;') dah dibilang. Saya ikut kesal melihat updatean ibu peri (c;shintassa) yang soal worknya direport. Saya marah. Saya ingin menyantet oknum pereport. Sudah dua favorite saya dibinasakan, coba ada lagi, saya buat resign beneran itu makhluk kurang bahagia.

Please, yang sweet-sweet itu asupan saya. Saya mau menyerapah tapi... Ya gimana. Pokoknya saya kesal. Saya mau marah lagi biar cepet tua. Bodo amat. Ntar malah work saya ini juga direport karena implicit bot!niel. Harus saya siapin kembang tujuh rupa gitu.

Maaf ya saya kurang bersahaja di mata kalian, habisnya saya kesel lahir batin. Gimana. Yaudah deh nguneg ini aja.

Selamat siang ongnilships kesayangan dean. Jangan bosan bahagia ya?

Sincerely, dayn-obba.

Sincerely, dayn-obba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selection ; OngnielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang