tentang kinal dan veranda

4.5K 215 9
                                    

ada yang nungguin ff ini update? (plakk kegeeran yah gue)

note : maaf jika typo berserakan, hanya info semua plot flashback yah. tapi mungkin ada saatnya akn kembali ke masa sekarang, terima kasih. budayakan voment.

vvvvvv

Aku masih ingat, pertemuanku dengannya, senyum manisnya, tatapan sendunya, pelukan hangat yang selalu jadi  obat insomnia alamiku, sikap manjanya, jari-jari lentiknya yang pernah saling tertaut dijariku, ciuman panjang kita di bawah lautan berbintang, Hingga parfume kesukaannya kadang masih saja menguar, meski aku tak selalu berada didekatnya.

Kala itu, pertengahan september tahun 2009. Masa dimama setia band masih menjadi st12, serail drama korea boy before flower masih sering diputar di salah satu stasiun tv stwasta dengan lambang ikan terbang indomaret, snsd sedang booming dengan single ‘gee’. Girlband f(x) baru saja debut, olga, luna, dan rafi masih di dahsyat, facebook mengalahlan kepopuleran twitter, century masih jadi momok bagi media masa, bulu tangkis sedang mlorot-melorotnya.

Aku ingat hari itu hari jum'at, matahari sangat cerah. Langit biru sebersih kaca, jum'at yang cerah padahal jakarta dibulan itu sedang deras-derasnya diguyur air bah dari sang langit. Hari itu, untuk pertama kali aku bertemu dengannya. Perempuan yang aku anggap biasa, tapi membuatku ingin memiliki. Dia veranda, verandaku.

Flashback

(Awal september 2009 )

H

ari itu, awal bulan september. September yang dingin, diujung pulau sumatera yang jauh dari hirup pikuk kota, aku mengeratkan tanganku pada sweeter tebal yang tak mampu membendung dinginnya malam, di perbatasan aceh dan medan. Jilbab yang sejak 4 tahun lebih aku pakai, sudah kukandangkan sejak bus pelangi memasuki perbatasan sigli. Yah, aku tak terlaku suka tentang peraturan, Termasuk peraturan agama, bukan aku seorang pembangkang atau kafir. Tapi untuk urusan menutup jilbab dan menjadi wanita tulen kebanyakn aku akan menyerah diawal, sebelum aku mengawali perjuangan. Bagiku jilbab hanya sebuah kain saja, jika hati tak sebersih kain yang nutup kepala.

Kalian bisa menganggapku apa saja, bahkan aku tak peduli. Setiap orang punya prinsip dan pikiran masing-masing, begitu pula denganku. Aku lebih memilih melepas dari pada hatiku yang kotor, yang akan merusak citra gadis berhijab lain. Beri saja contoh polisi, tidak semua polisi lalu lintas jelek, tidak semua mereka meminta jatah ketika menilang kita. masih ada sebagian yang jujur dan displin, tapi beberapa oknum yang membuat citra polisi tercoreng. Dan aku tak mau jika aku disamakan dengan orang yang memakai jilbab tapi akhlaknya bagus, sedangkan aku tidak.

Anggap saja jibab memang kewajiban, dan memang tidak ada sangkut pautnya dengan akhlak atau gen kepribadian yg diturunkan kedua orang tua. Yang mana jelek sifatnya maka jelek pula citra si pemakai, tapi bagiku jika akhlakmu jelek, mengapa tidak kau lepas saja? Dari pada membuat malu? Rubah dulu kahlakmu baru rubah penampilanku.

Aku menatap samping, disana sesosok orang yang harus aku akui berjasa dalam lahirnya seorang devi kinal putri berbaring dengan damainya, dia bundaku. 4 tahun berpisah karena jarak, selain jarak bermil-mil juga komunikasi yang sama sekali tak pernah kita lakukan, bukan kemauanku ataupun bundaku pula. Tapi ayah kandungku yang melakukannya, ayah itu bagaikan prajurit perang dimedan sesungguhnya, tegas dan displin. Sekali dia terluka, dia akan mendendam sang luka.

Tak heran sifat itu yang ia warisakan padaku, sejak dulu. Sejak kakakku dandel putra membuat malu karena tertangkap memakai narkoba, dan sejak kakak-ku bella dewi putri hamil diluar nikah. Membuat aku anak terakhirnya didik sangat ketat, lebih ketat dari pada sebelumnya.
Ayah bilang, jika anak pertama dan kedua dari sebuah keluarga membuat malu, maka anak terakhirnya akan ia didik dan ia buat sebangganya mungkin. Tapi ia berpikir mendidik dengan keras adalah cara yang tepat mendidik seorang anak, tapi sayang didikannya bukan didikan biasa, aku di didik sebagai seorang ksatria perang sejak aku kelas 3, tubuhku sudah dijadikan samsak! Jangankan menangis, merengek, mengatakan kata ‘lah’ saja, tubuhku sudah membiru. Bagi ayah, kata lah adalah sebuah keluhan. Dan tentara tidak suka mengeluh, cengeng bahkan membangkang. Meskipun dalam segi peraturan aku adalah pembangkang sejati, tapi jika ayah sudah mengatakan iya berarti aku juga akan mengatakan iya.

ours love storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang