Part-1

603 45 13
                                    

"Ragamu memang tidak bersamaku, tapi bayang dirimu selalu hadir menemaniku. Membuat aku susah untuk melupakan kenangan"

Hari ini cuaca cukup cerah. Langit biru yang membentang begitu indah. Sepoy angin berhembus, membelai kulit dengan lembut. Membawa hawa sejuk hingga merasuk dalam hati

Gadis itu berdiri sendiri di depan kelasnya menikmati indahnya langit hari ini. Gadis itu bernama Nazla kanza Rahcmadina. Seorang gadis berusia 17 tahun. Dia memiliki wajah yang cantik dan senyum yang manis. Ya, senyum gadis itu memang manis namun kenangan pernah membuat senyum itu menghilang cukup lama dalam hidupnya.

"Assalamualaikum, Nazla." suara panggilan itu membuat gadis yang sedang menatap langit tersebut terkejut.

Nazla menoleh kesamping, menatap seseorang yang berdiri disampingnya. Seseorang yang tidak asing lagi bagi Nazla. Dia adalah sahabat Nazla. Namanya Afifah nahda rafanda, seorang gadis yang berpenampilan sya'i dan bertutur kata halus.

"Waalaikumsalam, fah." ucap Nazla yang kemudian memalingkan wajahnya menghadap langit kembali.

"Kamu ngapain disini sendiri?"

"Aku lagi melihat langit fah." jawab Nazla tanpa menoleh pada lawan bicaranya

"Hmm, langitnya indah ya, Naz."ucap afifah yang mencoba mengalihkan perhatian sahabatnya itu. Tak ada tanggapan dari lawan bicaranya. Afifah memerhatikan raut wajah Nazla. Langit memang indah, namun mengapa wajah nazla tidak menunjukkan bahwa dia sedang bahagia menatap langit?

Nazla menghembuskan nafas pelan. Pandangannya tak dapat lepas dari langit itu. Dia bahkan tak memerhatikan lawan bicaranya.

Terjadi jeda sejenak diantara mereka. Hingga Afifah kembali untuk bicara

"Kamu senang memandang langit yang cerah seperti ini, Naz?"

Nazla mengalihkan pandangannya untuk menatap Afifah sejenak.

Bukan tatapan senang ataupun bahagia yang Afifah lihat di wajah Nazla. Ekspresi nazla begitu datar dan sulit untuk diartikan.

"Aku ngggak tau aku senang melihat langit yang cerah atau nggak." Nazla kembali menatap langit, membuat Afifah bingung terhadap sahabatnya itu. "Aku cuma berharap sama langit yang cerah itu, fah. Berharap sosoknya hadir bersama awan dan langit yang biru dengan senyum yang menghiasi wajahnya."

Raut wajah Nazla berubah menjadi sendu. Dia tidak lagi memandang kearah langit, melainkan menunduk. Ya, nazla menundukkan kepala nya, berharap dapat menyembunyikan matanya yang ingin menangis.

Afifah yang sejak tadi berada disamping Nazla, mulai paham kepada ucapan sahabatnnya itu. Dia mengelus pundak nazla dengan lembut.

"Dia sudah bahagia disana, Naz. Jangan ubah bahagianya menjadi kesedihan karena dia melihatmu selalu terpuruk."

Bulir bening yang sedari tadi ditahan oleh Nazla kini mengalir begitu saja, membentuk dua anak sungai di pipinya. Dia masih menundukkan kepalanya, namun bahunya yang bergetar membuat Afifah menyadari bahwa sahabatnya tengah menangis.

"Menangislah, jika menangis dapat membuatmu tenang. Namun setelah ini kamu harus hilangkan semua kesedihan itu."

Nazla menghapus airmata dengan tangannya, kemudian menatap Afifah.

"Aku begitu lemah untuk melupakan dia, Fah. 2 tahun aku lewati semua tanpa dia. Aku selalu belajar ikhlas seperti yang kalian ucapkan sama aku. Tapi..."

"Aku tau apa yang kamu rasakan, Nazla. Tapi larut dalam kesedihan sama saja menyiksa diri kamu sendiri." Afifah menghela nafas sejenak dan berpaling menatap kelangit. "Senyummu didepan semua orang, aku tau itu bukan senyum yang tulus bukan senyum bahagia yang berasal dari hati mu. Namun senyum itu kamu jadikan sebagai alasan agar mereka menganggap bahwa kamu telah baik-baik saja." Afifah berucap begitu lembut, ia berharap Nazla tidak tersinggung atau marah karena ucapannya.

"Raganya memang tidak bersamaku, fah. Namun bayang dirinya selalu hadir menyapaku, membuat aku sulit melupakan kenangan."

Afifah memeluk nazla, berusaha menenangkan sahabatnya. Untung saja suasana sekolah saat ini sedang sepi karena para murid sedang melaksanakan sholat dzuhur, jadi tidak banyak orang yang mendengar percakapan mereka. Sedang afifah dan nazla sedang tidak sholat.

"Aku selalu disini untuk kamu, naz. Jangan jadikan kenangan sebagai alasanmu untuk terus bersedih."

Afifah melepaskan pelukannya dari nazla. Tangannya mengusap pipi nazla yang dipenuhi airmata. Nazla hanya terdiam mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sahabatnya itu.

"Basuhlah wajahmu, Naz. Jangan biarkan semua murid tau bahwa kamu menangis." ucap Afifah diiringi dengan senyuman

Nazla hanya mengangguk dan pergi menuju toilet sekolah untuk membasuh wajahnya.
.
.
.
~bersambung~
.
.
.

Hai.assalamualaikum teman-teman :-)
Gimana ceritanya? Menarik tidak??
Semoga menarik ya, hehehe

Maaf-maaf jika banyak typo yang bertebaran.

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian melalui vommet ya :-)

Wassalamualaikumwarahmatullah

Rahasia Indah Dari-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang