part-11

145 12 1
                                    

"Aku tidak membenci hujan. Tapi aku benci dingin. Dingin mu!"

***
"Azka... Aku mau kita kayak dulu lagi." suara memohon seorang gadis. Namun Azka tak acuh kepadanya. Sakit.

"Azka?"

Azka memilih melihat keluar jendela cafe, yang menampilkan rintik hujan yang turun membasahi bumi dan seisinya.

"Ok, aku salah. Dan aku janji nggak akan ulangin ini lagi... Aku mohon Azka." rengek gadis itu. Keras kepala. Azka merasa tidak kuat lagi berada dihadapan dhifa.

Azka mendengus, menatap gadis itu dengan nanar. Gadis yang selama ini selalu ia jaga, selalu dia perhatikan tapi membalasnya Azka dengan kobaran api yang membakar dirinya.

"Udah selesai?"ucap azka dingin. Ternyata bukan hanya udara hari ini yang dingin, tapi sikap Azka juga tak kalah dingin.

Gadis itu, dhifa. Dia menundukkan kepalanya tidak berani menatap Azka. Bahkan ini adalah kali pertamanya lelaki itu bersikap seperti itu kepadanya. Sakit sekali. Atau ini yang kesekian kali sejak kejadian waktu itu?

"Semua udah selesai. Lebih baik kamu jangan ganggu saya lagi."

"Azka..." panggil gadis itu dengan suara parau. Bahu dhifa bergetar, dia menangis.

Aarrgh! Azka benci melihatnya menangis. Seburuk apapun kelakuannya pada Azka, tapi dia tidak tega melihat seorang wanita menangis.

Apa Azka harus peduli? Bahkan dhifa tidak peduli pada perasaan Azka. Buktinya dia megecewakan Azka, menyakiti perasaan Azka juga.

"Jangan nangis! Saya nggak akan berubah pikiran walau kamu menangis meraung-raung." Azka bangkit berdiri meninggalkan Dhifa.

Hujan turun dengan lebat hari ini. Azka tidak menghiraukannya. Dia tetap melajukan kendaraan nya dengan cepat, melawan derasnya air hujan. Tidak peduli badannya telah basah kuyup ataupun nanti dia akan sakit demam, flu atau yang lainnya. Dia hanya tidak ingin terus bersama Dhifa.

Rasa benci mungkin telah menyelimuti hati Azka pada gadis itu. Gadis berpipi chuby, berkulit putih,memiliki manik mata berwarna coklat dan berambut hitam sebahu. Cantik. Ya begitulah. Namun nyatanya cantik tak menjamin seseorang itu cantik juga perilakunya.

***
Sakit. Hatinya sangat sakit. Rasanya dhifa ingin berteriak melampiaskan rasa sakitnya.

Azka tak mengacuhkannya, dia pergi meninggalkan dhifa sendiri di cafe ini. Cafe yang selalu mereka kunjungi sewaktu masih baik-baik saja.

Suasana hangat dicafe, berubah menjadi dingin bagi dhifa. Bagai sedang berada di kutub. Namun dingin ini lebih menusuk. Bukan kulit, tapi hati. Ya, sangat menusuk hati gadis itu.

"Kamu dulu selalu jadi seperti mentari yang membawa kehangatan, Azka. Tapi sekarang Dingin! Aku benci." gerutu Dhifa dalam hati. Dia segera menghapus air matanya dengan tisu yang tersedia di meja.

Kakinya mulai melangkah keluar dari cafe itu. Ya, hujan sudah sedikit reda. Hanya menyisakan gerimis kecil saja. Dhifa segera menghentikan taksi yang melintas dan masuk kedalam nya.

***

Hari ini seperti biasa, setelah mencium tangan kakaknya dan memberi salam, gadis itu melangkahkan kakinya melewati gerbang SMA N nusa bangsa. Tempat dia menimba ilmu.

Sekolah yang berada di tengah kota yang cukup ramai namun tidak sepadat jakarta. Udara disekolah juga cukup segar, banyak pepohonan hijau yang ditanam disekolah. Lantai putih bersih, bangunan yang didominasi cat berwarna hijau, dan wastafel yang ada di depan setiap kelas. Cukup indah dan sedap untuk dipandang. Dan yang pasti bersih dan NYAMAN.

Rahasia Indah Dari-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang