part-19

83 8 5
                                    

Sorot iris hitam itu begitu sendu. Kakinya melangkah dengan gontai. Pandangannya kosong.

Sedih? Bahkan rasanya kejadian yang tadi dia saksikan sangat menyedihkan baginya. Ya, menyedihkan. Saat bibir tersenyum menutupi realita hati yang terluka.

'Dia Azka lelaki yang menghitbah Afifah.'

'Dia lelaki yang aku sebut dalam doa ku, Naz.'

Semua kalimat itu silih berganti memasuki pikiran gadis berhijab pink itu. 

"Assalamualaikum."

Kaki gadis itu melangkah memasuki pintu. Matanya menangkap dua sosok lelaki yang tengah berbincang diruang tamu. Salah satu nya adalah ayahnya dan lelaki satunya? Entah lah, bahkan dia baru melihat lelaki itu.

"Waalaikumsalam." jawab keduanya serentak.

Nazla segera mengubah mimik wajahnya agar terlihat biasa saja.

Dia berjalan mencium tangan ayahnya dan menangkupkan kedua tangannya saat menyapa lelaki asing itu.

"Nazla kedalam dulu ya, Yah."ucapnya. Berjalan keruang selanjutnya dan berakhir di kamar.

Gadis beriris hitam tersebut menaruh slimbag nya di nakas dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur bermotif floral.

Tak terasa air matanya menetes menerobos kepipi tirusnya.

'Kenapa sesak rasanya'

Semua kejadian dirumah sahabatnya berputar dikepalanya. Semua seperti sebuah reka adegan yang memilukan untuk dia saksikan.

Gadis itu menangis tersedu sambil menutup wajahnya dengan bantal, agar suaranya tak terdengar hingga keluar.

'Jika memang dia bukan takdir ku, bantu aku ikhlaskannya, Ya Allah.'

Sesak. Dadanya serasa sesak sekali. Ternyata mengikhlaskan tak semudah bibir berucap.

Kumandang Adzan terdengar. Gadis itu segera menghentikan kegiatan menangisnya. Lalu melangkah kekamar mandi untuk mengambil wudhu.

Tetesan airnya menyegarkan. Tiap basuhannya seolah membawa ketenangan tersendiri.

Nazla menatap dirinya didepan kaca riasnya. Dan alangkah kacaunya wajah gadis itu. Mata sembab dan hidung yang memerah.

'Ya Allah. Aku terlalu meratapinya dalam tangisku. Ini salah' ujarnya dalam hati

"Nazla, ayo sholat. Mba tunggu dibawah sama Bunda."

"I..Iya mba. Sebentar"

Dengan helaan nafas singkat, kakinya melangkah keluar kamar, menuju sebuah ruang untuk melaksanakan shalat berjamaah di kamar Bunda.

Seusai sholat yang dilakukan khusyuk oleh ketiga perempuan diruang itu. Gadis bermata sembab itu membuka suara.

"Bun, Nazla mau kuliah keluar kota." Ucap nya menundukkan kepala.

Bunda dan Naira saling menatap dalam diam.

"In syaa Allah Bunda selalu dukung yang terbaik buat Nazla. Kita bicarakan sama Ayah ya nanti."

Nazla menatap wajah wanita yang telah melahirkannnya, dengan mata sembabnya dia tersenyum dan memeluk erat Sang bunda, seolah menyandarkan tubuh rapuhnya.

"Ana uhibbuki fillah, Bun"

***
Malam ini begitu kelabu. Seperti hati Nazla yang sedang dirundungi kabut hitam.

Namun bintang bintang itu setia menemani malam. Menjadi teman bagi bulan yang kesepian.

Denting suara Handphone membuyarkan lamunan gadis itu. Segera ia raih benda pipih persegi yang berada dinakas.

Rahasia Indah Dari-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang