part-8

197 15 0
                                    

"Nazla!"
Seseorang lelaki perparas tampan dan berkulit putih berjalan menghampiri Nazla yang sedang berjalan di koridor sekolah.

Suasana sekolah cukup sepi pagi ini, karena jam baru menunjukkan pukul 06.30 WIB, hanya ada beberapa murid yang sudah berada disekolah.

Nazla menghentikan langkahnya di koridor tengah, menatap seseorang yang ada di hadapan nya dengan wajah datar.

Hasan, lelaki itu bernama Hasan alfatih. Lelaki yang memiliki wajah tampan, bertubuh tinggi, berkulit putih, hidung cukup mancung dan senyum manis andalannya. Dia adalah murid yang banyak digemari disekolah, dia juga memiliki beberapa teman yang tak kalah tampan darinya. Mereka cukup terkenal disekolah ini, karena dulu mereka adalah anggota osis.

Tapi Nazla berbeda. Dia bahkan tidak mengenal teman-teman Hasan yang katanya 'tampan'. Dia tidak peduli dengan itu. Nazla bukan tipikal perempuan yang dapat dengan mudah terpesona dengan orang lain.

Cuek, bisa dibilang begitu. Tapi dia tidak sombong, hanya saja mungkin ia sangat irit berbicara dengan orang yang tidak dekat dengannya.

"Ada apa, San?"

"Nanti pulang sekolah sama aku ya? "

"Nggak usah deh, aku nanti dijemput."

"Pokoknya sama aku, Naz. Ada yang mau aku omongin."

Nazla menampakkan wajah kesal dan segera membalikkan badannya untuk meninggalkan hasan tanpa sepatah kata apapun.

***

Jam pelajaran akan dimulai 10 menit lagi. Masih cukup lama. Nazla akhirnya memutuskan untuk membaca novel terlebih dahulu. Ya, Nazla gemar sekali membaca Novel, tapi dia tidak lupa untuk membaca buku pelajaran sekolahnya. Membaca novel hanya sebagai hiburan bagi Nazla.

"Assalamualaikum, Naz."
Ucap Afifah yang baru datang dan meletakkan tasnya disamping Nazla.

"Waalaikumsalam, Fah." Dia tetap fokus membaca novelnya dan tidak menoleh kepada Afifah sama sekali.

"Yah, Nazla gitu kalau ada novel, aku dicuekin." Afifah duduk disamping Nazla dan menampakkan wajah masam.

"Iya deh, iya, aku tutup novelnya."
Nazla segera menutup novelnya dan menatap Afifah dengan senyum dan dibalas senyum oleh Afifah.

Afifah adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Nazla di sekolah. Mereka telah bersahabat cukup lama, kurang lebih 3 tahun. Dan mereka selalu berharap untuk bisa terus bersahabat walau kelak mereka akan berpisah untuk mengejar impian mereka masing-masing.

Mereka saling melengkapi. Dengan kepribadian yang bertolak belakang diantara mereka, justru membuat mereka begitu dekat. Kepribadian mereka berbeda, sangat berbeda. Namun perbedaan itu bukan suatu alasan untuk saling membenci atau memojokkan.

Nazla bukan gadis yang menutup aurat seperti Afifah, bahkan pengetahuannya tentang agama juga tidak seluas Afifah, ibadah pun tidak begitu taat. Gaya mereka sangat berbeda. Afifah adalah seorang gadis yang sangat taat beribadah, dia menutup auratnya dan berpenampilan syar'i dimanapun dia berada. Sedang Nazla, dia hanya menggunakan hijab saat sekolah saja.

Afifah selalu mencoba mengetuk hati Nazla untuk bisa seperti dia. Namun dia tidak pernah memaksa, karena semua tidak akan baik jika dipaksakan. Berulang kali dia mencoba untuk menjelaskan tentang kewajiban wanita menggunakan hijab kepada Nazla, berulang kali pula Nazla menolak untuk mengikuti ajakannya. Namun Afifah tidak menyerah, dia terus berusaha.

Semua butuh proses, bukan? Bahkan Afifah sendiri pun dulu pernah seperti Nazla, dia tidak menutup aurat sepenuhnya. Sampai akhirnya dia menggapai hidayahnya. Dan semua itu berlanjut sampai saat ini dan insya Allah selama nya.

Mereka bersahabat atas dasar saling menyayangi bukan hanya karena kesenangan semata. Susah, sedih, tangis, tawa, duka dan bahagia, mereka harus lewati bersama. Betapa pun banyak perbedaan pada diri mereka semua itu bukan masalah. Toh, mereka satu agama, satu keyakinan. Tuhan mereka sama, ajaran mereka sama, Nabi mereka pun sama.

Mengingatkan tentang kebaikan itu baik. Mengajak kepada ke taatan itu mulia. Tidak harus memaksa, tapi semua berjalan perlahan. Seumpama batu yang begitu kerasnya jika dia terus ditetesi air, maka batu tersebut akan berlubang, perlahan akan lapuk. Begitu pula hati manusia.

Afifah terus mengingatkan Nazla akan kewajiban muslimah. Bukan tanpa alasan dia melakukan itu, bukan karena ingin dipandang sebagai orang yang baik. Melainkan ia ingin terus bersama dengan Nazla. Bukan hanya didunia, tapi juga di akhirat, di jannah-Nya. Ditempat dimana semua makhluk akan kekal abadi disana.

***
Kriiing... Kriiiiinggg... Kriiinggg..

Bel istirahat telah berbunyi. Guru telah mengakhiri pelajarannya dikelas. Beberapa murid pun mulai memasuki kantin untuk membeli makanan.

"Kamu mau kemana, Fah?" Nazla masih terduduk di kursinya menatap seseorang yang sedang merapikan buku di meja.

"Aku mau sholat duha, Naz. Ayo kita sholat bareng." Afifah tersenyum menatap Nazla. Berharap gadis itu akan menuruti ajakannya.

"Aku mau ke perpustakaan aja, Fah." Nazla segera memasukkan bukunya kedalam tas dan mengambil kartu perpustaannya yang tersimpan di kotak pensil.

"Nanti kan bisa, Naz. Nanti aku temenin deh habis sholat."

"Nggak usah, Fah. Kamu sholat aja, biar aku ke perpustakaan sendiri." Nazla tersenyum sekilas dan segera berjalan menuju perpustakaan.

Sedangkan Afifah, dia masih berdiri di dekat kursinya, memandang punggung Nazla yang semakin menjauh. Bukan untuk pertama kalinya Nazla menolak ajakannya. Bahkan ini adalah yang untuk kesekian kalinya Nazla menolak.

Afifah paham tentang kondisi Nazla, tentang hati gadis itu. Masa lalu Nazla begitu menyakitkan, sehingga dia merasa kecewa pada Tuhannya sendiri. Dia merasa semua yang terjadi seakan tidak adil untuk dirinya. Hatinya belum siap untuk menerima kehendak Tuhannya.

Sebenarnya Nazla salah, seharusnya dia memahami bahwa semua hal yang terjadi adalah suatu kehendak, suatu ketetapan yang telah Allah berikan kepada makhluk- Nya.

Afifah melirik jam tangannya sekilas dan segera melangkah menuju musholah yang ada di sekolah nya untuk melaksanakan sholat duha.

***
Gadis itu duduk dikursi yang tersedia di perpustakaan. Dia memilih untuk duduk di bagian pojok ruangan itu. Tatapannya fokus untuk membaca sebuah buku yang baru dia temukan di perpustakaan.

Terlihat beberapa murid yang sedang melakukan aktivitas yang sama seperti dirinya. Dan ada juga yang sedang menyusuri rak-rak buku.

Nazla melirik jam yang ia kenakan di tangan kirinya. Dia segera mengambil buku yang akan dia pinjam dari perpustakaan dan melapor kepada penjaga perpustakaan.

Setelah melapor, Nazla meninggalkan perpustakaan. Di tangan nya dia membawa beberapa buku yang dia pinjam selama satu minggu kedepan. Dia mengecek ulang buku yang dia bawa sambil berjalan menyusuri koridor sekolah.

Sampai akhirnya....
Bruuuuukk!
.
.
.
Bersambung
.
.
.

Assalamualaikum 😃

Maaf ya teman-teman atas keterlambatan updatenya. Sempat kehilangan ide untuk cerita ini😂
Bagaimana part ini? Terlalu pendek, kah?
Mudah mudahan bisa memberi manfaat ya.

Vote dan commentnya aku tunggu ya, kawan😊

Wassalamualaikum warahmatullah

Rahasia Indah Dari-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang