part21

110 9 2
                                    

Langit semakin menggelap, lampu lampu disepanjang jalanan menambah indah pemandangan kota yang kini ditapakinya. Serta akan menjadi tempat tinggalnya untuk beberapa tahun mendatang.

Mobil yang gadis tumpangi itu berhemti didepan sebuah rumah bercat abu-abu. Halamannya banyak terdapat tanaman bunga.

'Masih suka bunga ternyata'

Gadis remaja yang beranjak dewasa itu turun dari mobil hitam. Menghirup udara dalam dalam sebelum melangkahkan kaki untuk mendekat kepintu utama.

"Assalamualaikum." Ucapnya sedikit berteriak di pintu rumah yang terbuka. Nampaknya kedatangannya memang sudah ditunggu oleh sang pemilik rumah.

"Waalaikumsalam."jawab orang dari dalam. Tak berselang lama, muncullah wanita cantik yang mirip dengan Ayahnya.

"MasyaAllah kesayangan tante. Nazla." Wanita itu sedikit berlari menghampiri Nazla. Kemudian keduanya berpelukan erat, melepas rindu yang tak kunjung bersambut.

Fitri, nama seseorang yang memeluk Nazla saat ini. Dia adalah saudara kandung Ayah Nazla. Jadi tak salah jika wajah Fitri dan Ayah nazla hampir mirip. Matanya, hidungnya, bibirnya, semua sama. Hanya saja Fitri memiliki lesung pipi yang menambah pesonanya.

"Tante apa kabar?" Ucap Nazla setelah acara pelukannya selesai dan Fitri mengajaknya duduk di sofa ruang tamu.

"Alhamdulillah, tante baik." Jawabnya sambil membelai kepala Nazla yang terbalut hijab

"Bagaimana kabar keluarga disana?"

"Alhamdulillah semua baik, tante."jawab gadis itu." Dimana nenek dan kakek serta yang lain?" Tanya Nazla yang menyadari bahwa dirumah ini hanya ada dia dan Fitri.

"Mereka sedang keluar, palingan sebentar lagi pulang." Nazla menganggukkan kepalanya. Tak berselang lama, terdengar suara bising dari luar. Dan muncullah anggota keluarga yang sudah ditunggu Nazla.

"Cucuku." Seru nenek Nazla dan segera Nazla melangkah memeluk sang nenek. "Cucuku sudah besar. Cantik sekali. Nenek rindu kamu sayang." Ucap nenek itu menangkup wajahnya cucunya dan mencium wajah gadis itu.

"Nazla juga rindu nenek. Nenek baik baik saja kan?" Pertanyaan Nazla hanya dibalas senyum dan anggukan dari sang nenek.

Nazla beralih pada kakeknya, mencium punggung tangannya dan memeluk sang kakek. Lalu beralih bersalaman dengan Ahmad, suami Fitri.

Kemudian yang terakhir anak Fitri yang berusia sekitar 13 tahun. Namanya Zahra. Dia memeluk Nazla erat. Bahkan sampai menitikan airmata. Entah airmata apa, tapi tergurat kesedihan dan kerinduan dari gadis kecil itu.

***
Setelah keluarga itu makan malam. Mereka berbincang bincang terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk beristirahat.

"Bagaimana ayahmu sekarang? Masih sering keluar kota?" Tanya anwar, yang tak lain adalah kakek Nazla.

"Sudah jarang. Mungkin karena faktor usianya juga." Jawab Nazla kemudian mereka terkekeh mendengarnya.

"Kak Nazla tidur sama Zahra ya? Biar kita bisa cerita bareng, becandaan sebelum tidur." Ucap gadis yang lebih mudah diantara mereka.

"Kak Nazla pasti lelah Zahra. Kalau kak Nazla tidur dikamarmu pasti dia terganggu karena kamu ajak becanda dan mengobrol terus." Sahut Fitri membuat Zahra cemberut.

"Mama...." rengek Zahra. Nazla tersenyum melihat tingkah gadis kecil itu, percis seperti dirinya kah?

"Kak Nazla akan tidur dikamar Zahra." Zahra tersenyum senang dan langsung memeluk Nazla.

***
Saat ini, Nazla tengah berdiri dibalkon kamar milik Zahra. Menatap sendu pada langit malam yang tegar.

Sebuah tepukan lembut pada lengannya membuat dia menoleh kearah samping, dan mendapati sosok Zahra yang tengah memandangnya.

"Mba lagi sedih?" Nazla tersenyum lalu menggeleng

"mba cuma lagi keinget keluarga dirumah."

"Mba kengen mereka ya? Mba sayang sama keluarga mba?" Nazla mengangguk.

"Zahra juga sayang keluarga Zahra, mba. Kata mama, kalau kangen sama seseorang, Zahra harus berdoa untuk orang itu, mencurahkan rindu dalam doa itu nggak sia sia, mba." Nazla tertegun dengan penuturan Zahra.

"Anak pintar."ujar Nazla

"Itu kata mama, mba." Keduanya terkekeh.

"Oh iya, hp mba dari tadi bunyi."

"Oh ya?" Zahra mengangguk. Setelah mengucapkan terimakasih, Nazla masuk kekamar diikuti dengan Zahra dibelakangnya.

Nazla mengambil benda pipih itu, menampilkan sebuah panggilan dan beberapa pesan dari Bunda, Ayah dan juga Naira.

Nazla sampai lupa mengabari mereka bahwa dia sudah sampai di kediaman  Fitri dan Ahmad.

"Assalamualaikum, Nazla? Kamu udah sampai? Gimana keadaan kamu, baik-baik saja kan? Kata tante Fitri kamu nggak mau dijemput waktu dibandara? Telpon bunda juga nggak diangkat angkat" Nazla tersenyum haru. Begitu besar kekhwatiran seorang ibu pada anaknya.

"Waalaikumsalam, bunda. Nazla udah sampai beberapa jam yang lalu dan Alhamdulillah Naz baik baik aja, bun. Maaf ya bun Nazla lupa kabarin Bunda."

"Ya Allah, nak. Bunda, ayah, mba Nai khawatir sekali karena kamu nggak kasih kabar."

"Maaf, Bunda. Naz bener bener lupa. Keasikan diajak ngobrol sama tante, om, dan nenek." Nazla tersenyum membayangkan bagaimana ekspresi keluarganya disana yang begitu menghawatirkannya.

Terdengar suara helaan nafas dari seberang sana.

"Salam untuk keluarga disana. Lebih baik sekarang Nazla istirahat. In Syaa Allah nanti bunda bangunkan untuk sholat malam."

Nazla terdiam. Bisakah dia menjadi wanita sehebat Bunda nya kelak? Seorang yang selalu mengingatkan untuk beribadah kepada Allah, menjalankan kewajiban dan sunah yang telah diajarkan? Bahkan saat dirinya jauh, aroma Bundanya selalu melingkupi dirinya.

"Nazla...kamu masih disana kan?"

"Bunda....Terimakasih." Nazla sampai menitikan airmatanya saat mengucapkan kalimat sederhana yang amat bermakna itu.

Nazla menoleh kesamping tempat yang dia duduki, Zahra telah tertidur pulas disebelahnya.

"Terimakasih bunda selalu mendukung apa yang Naz lakukan, serta mengingatkan Naz pada kebaikan."

"Itu kewajiban Bunda, sayang. Sekarang Naz istirahat ya. Bunda tutup dulu telponnya. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam."

Nazla meletakkan benda pipih itu kenakas semula, kemudian dia berbaring untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya.

***
Hari ini langit seperti sedang ceria. Sinarnya selalu indah. Seindah senyum gadis yang akan menjadi mahasiswa itu.

Senyumnya merekah indah. Tampilannya rapih dan menawan.

Kota baru, kehidupan baru, semangat baru dengan cita-cita lama

Nazla membuka aplikasi galeri di ponselnya. Kemudian jemarinya membuka sebuah foto.

Air matanya menetes begitu saja namun bibirnya tetap dihiasi dengan senyuman. Dua hal berbeda yang berbaur menjadi satu.

***
Hari telah berganti, sebagian semu makin abu abu. Mudah mudahan akan menjadi bening, layaknya angin yang tak terlihat namun bisa dirasakan.

Disebuah tepi danau, dengan rona yang indah di angkasa yang luas, seorang gadis tengah termenung seraya melempar kerikil kecil di air tenang itu. Menciptakan sebuah gelombang kecil.

Namun ketika tangannya akan kembali melempar kerikil, sebuah tepukan dipundaknya, membuat gadis itu menoleh kesamping dan menjatuhkan kerikil itu begitu saja.

Lalu air mata nya meluncur bebas tanpa kendala. Tapi dia segera mengalihkannya. Memejamkan mata dan menunduk. Isaknya pilu. Dan kemudian semuanya menjadi gelap.

~bersambung~

Rahasia Indah Dari-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang