part20

119 8 7
                                    

'Ibarat bunga, indah saat bersemi, cantik saat bermekaran. Tapi indahnya hanya sesaat. Tak abadi selalu cantik. Akan ada saat nya bunga itu layu dan gugur. Namun akan ada yang dikenang dari bunga itu, harumnya dan manfaatnya'

***
Semua yang terjadi adalah rencana-Nya. Seperti yang gadis berwajah tirus itu alami.

Hatinya telah mantap untuk melanjutkan pendidikan di luarkota. Dia pun telah melibatkan Tuhannya serat izin orang tuanya. Mereka semua mendukung keputusan Nazla.

Hari setelah pengumuman kelulusan, Nazla sudah siap mengemas barang barang yang akan ia bawa ketempat tinggal nya kelak.

Bagaimana dengan Afifah? Nazla bersikap biasa saja. Tersenyum dan sesekali bercanda, sedang dengan Azka dia menghindar. Bukan karena apa, hanya saja dia takut rasanya tumbuh lebih dalam pada lelaki itu.

Flashback

Disebuah gedung yang megah, ramai, dan meriah. Disini duduk Nazla dan teman temannya terutama sahabatnya, Afifah.

Canggung? Tentu saja. Bahkan Nazla lebih memilih diam menikmati rangkaian acara daripada berbicara banyak dengan Afifah. Bukan Afifah tak merasa ada yang berbeda pada sikap Nazla, dia merasakannya. Tapi enggan untuk bertanya. Dia ingin Nazla sendiri yang bercerita tentang hal yang menjadi masalahnya.

Tiba saat dipenghujung acara, Afifah membuka suara.

"Akad ku akan dilaksanakan 1 bulan mendatang, Naz. Aku harap kamu bisa mendampingi ku."

Satu bulan lagi?

Nazla mengulasa senyum tipis. Tak bisa dihindari hatinya terluka.

"In Syaa Allah aku datang. Tapi jangan terlalu mengharapkan ku, kalau aku nggak datang tapi doa ku tetap aku panjatkan untuk kebaikan mu."

"Usahakan datang ya? Kamu sahabat ku. Aku menyayangimu. Bahkan aku rela memberi apa yang aku miliki untukmu, Naz." Ucap Afifah dengan mata berkaca

"Terimakasih." Keduanya saling berpelukan hingga pelukan itu perlahan ngengendur, dan perlahan terlepas memisahkan keduanya.

"Abi sama umi ku udah menunggu di parkiran. Aku duluan ya, Naz?"

"Oh iya, hati-hati, Fah." Afifah berlalu meninggalkan Nazla. Tak bisa dipungkiri air mata gadis itu luruh begitu saja. Membasahi pipi tirusnya. Hingga sebuah suara membuatnya membeku.

"Jangan memaksakan suatu hal yang bahkan kamu nggak sanggup untuk melakukannya." Ucap lelaki yang berdiri dibelakang Nazla.

Seperkian detik, gadis itu membalikkan badannya, hingga iris keduanya saling bertemu. Saling menatap penuh luka dan....kecewa?

Nazla mengalihkan pandangannya dari sorot tajam dihadapannya. Terdengar helaan nafas kasar dari lelaki itu.

"Selamat." Ucap Nazla setelah menghapus air mata di sudut matanya.

"Selamat untuk apa?" Wajah datar dengan nada dingin itu terdengar di indra Nazla. Percis seperti pertama kali mereka berbicara. Dingin.

"Malam bisa saja disebut cerah tapi tetap saja berteman awan gelap, meskipun ada bulan yang menghiasi. Meskipun ada bintang yang menemani. Tetap saja warna langit gelap. Hitam."

Azka. Lelaki itu berbicara penuh penekanan. Membuat Nazla mengernyit bingung dengan ucapan lelaki itu.

"Saya cuma mau bilang, sedalam apa kamu menyimpan luka, saya akan tau itu." Ujarnya kemudian berlalu meninggalkan gadis bergamis silver itu.

Rahasia Indah Dari-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang