Langit biru berhias awan putih telah berganti, terselimuti awan abu-abu lalu menghitam dan menggelap.
Bukan karena raja kegelapan akan segera tiba, namun rintik air dari langit akan turun. Membasahi tanah dan menyejukkan gersang nya kota.
Disana, di sebuah toko buku, gadis itu tengah berkutat mencari buku yang dia butuhkan. Novel. Ya, gadis itu sangat suka membaca sebuah novel, baik itu novel percintaan maupun persahabatan.
Entah, sudah berapa banyak novel yang telah dia baca, dan kini berjajar rapi di lemari bukunya.
Matanya terus menelisik, mencari dan mencari. Sampai akhirnya dia menyerah. Buku itu tidak ada.
Huuffttt......
Nazla berjalan gontai keluar toko. Matanya menelisik suasana sekitar. Gelap dan dingin. Angin berhembus kencang meniup hijab yang dia kenakan.
Takut. Nazla takut dengan suasana ini.
"Mampus nih, nggak ada kendaraan pulang." rutuk gadis itu, pasalnya dia tidak mungkin menghubungi Naira untuk menjemputnya karena dia sedang kuliah, sahabatnya pun Afifah sedang menjenguk saudaranya yang sakit, dan Hasan? Aaaah sudah beberapa hari ini Nazla menghindari Hasan sejak percakapan mereka di cafe sepulang sekolah itu.
"Sendiri aja?" ucap seorang lelaki yang baru datang dengan motornya.
Tidak asing lagi...
Dia....
Azka
Wah siap siap saja Nazla. Jantung mu akan dangdutan lagi.
"Kamu?" Nazla menatap cengo kepada Azka. Bagaimana Nazla tidak mengenalinya, kaca helmnya saja terbuka. Tapi lumayanlah bisa melihat wajah tampan nya Azka.
"Kenapa? Masih takut juga?" keduanya berhenti di trotoar jalan.
"Nggak. Biasa aja. Ngapain disini?"
"Kenapa? nggak boleh?" Azka membuka helmnya dan merapikan rambutnya.
"Boleh. kan jalan umum." ucap Nazla dengan cueknya.
"Jadi kalok jalan punya kamu, saya nggak boleh lewat?"
"Mmm... Boleh asalkan izin dulu dan...." Nazla menggantung ucapnya.
"Dan?" Azka menautkan kalinya menanti kelanjutan ucapan gadis itu.
"Bayar pajak." Azka terkekeh.
Stop Azka jangan tersenyum aku leleh.
"Mau pulang bareng?" ajak Azka, matanya melirik ke jok belakang yang kosong. "Pasti nolak, iya kan?" tebak Azka.
Cenayang. Iya, Azka seperti cenayang, dia tau apa yang Nazla pikirkan.
"Maaf." lirih Nazla.
"Udah mau ujan, ayo naik." Azka mengenakan helmnya diikuti dengan Nazla yang duduk di belakang Azka.
Sebenarnya Nazla sungkan, tapi mau bagaimana lagi? Mendung semakin pekat. Bukan bermaksud ingin menolak, hanya saja Nazla takut bunda tidak suka jika Nazla pulang dengan teman lelaki. Belum pernah sebelumnya dia pulang dengan lelaki selain Hasan dan ayahnya.
***
Lelaki itu tengah gelisah dalam duduknya. Hasan. Ya, lelaki itu gelisah karena tadi bunda Nazla menelponnya dan menanyakan Nazla yang belum pulang, padahal jam sekolah telah berakhir 1 jam yang lalu. Bahkan Hasan telah sampai rumah."Siapa yang bisa dihubungi ya?" tanya hasan pada dirinya sendiri. Tangannya masih terus menari di layar handphone nya, mencari nomor seseorang.
Yap ketemu! Hasan segera menghubungi nomor itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Indah Dari-Nya
SpiritualKenangan yang menyakitkan dapat membawa mu kepada luka yang begitu mendalam yang sulit untuk disembuhkan. Namun bukan berarti luka itu tidak akan sembuh bukan? Mereka akan selalu ada untukmu, membantumu menyembuhkan luka itu. Bukan menghapus kenang...