BAB 7

161 32 15
                                    


Mata Emma bersinar-sinar dengan bahagia saat Pak Bambang, guru fisika kelas sepuluh, membagikan hasil ulangan milik Emma. Gadis itu mendapatkan nilai sempurna untuk ulangan materi suhu dan kalor. Emma tersenyum lebar. Saat ini, ia ingin sekali memberi tahu Anta bahwa ia mendapatkan nilai bagus, dan semua itu terjadi berkat Anta.

"Karena masih banyak dari kalian yang harus mengikuti remidi, mungkin Emma bisa membantu teman-temannya yang masih kebingungan?" Pak Bambang menoleh ke arah Emma, diikuti dengan seluruh pasang mata teman-teman sekelasnya.

Namun, Emma tidak segan untuk mengajari temannya tentang materi itu dan membantu teman-temannya membahas soal ulangan mereka. Ia justru senang bisa mengajari temannya.

Kristin mengacungkan kedua jempolnya sebagai penghargaan untuk Emma, "Wih~ Dapet nilai ulangan bagus! Pasti karena diajarin sama Kak Anta, iya 'kan?"

"Lo 'kan udah denger sendiri kemarin.. jelas aja gue diajarin Kak Anta," Emma memalingkan pandangannya dengan malu, "Nanti temenin gue ketemu dia ya.." gumamnya pelan.

Kristin menyeringai sambil memainkan alisnya dengan jahil, "Udah mau ngapelin Kak Anta aja nih~"

"Bukan ngapelin, Kristin..!" rengek Emma. "Gue cuma mau bilang makasih sama Kak Anta karena udah ngajarin gue fisika!" Gadis itu mendengus sebal.

"Hahaha! Gue percaya kok~ Tapi, apa bener lo mau ke kelasnya hanya karena mau ngucapin terima kasih? Siapa tahu lo kangen sama Kak Anta dan cuma ingin sekedar melihat dia."

Emma menggerutu kesal dan membenamkan wajahnya di atas meja. Bila Kristin terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa Emma dengan cepat jatuh cinta pada Anta. Nggak mungkin dong kalau gue suka sama Kak Anta dalam kurun waktu hanya beberapa hari! Kita pun nggak deket-deket amat. Dan sebenarnya Emma berusaha untuk tidak menyebar luaskan bahwa ia akhir-akhir ini bisa berteman dengan Anta, walaupun pasti tetap saja ada orang yang tahu. Emma tidak mau lagi berurusan dengan Rani. Kata-kata perempuan itu masih membekas di hati Emma.

Setelah sekitar satu jam duduk dan mendengarkan pelajaran, semua murid mulai sibuk sendiri dengan urusan mereka karena waktu istirahat telah tiba. Emma pun menepuk-nepuk pundak Kristin untuk membangunkan gadis yang sedang tidur itu, "Kris.. bangun. Udah istirahat."

Kristin terbangun dan melihat sekitarnya, masih berusaha mengumpulkan nyawanya yang berterbangan. "Gue ketiduran ya..?"

Emma mengangguk, "Nggak gue bangunin tadi pas pelajaran soalnya lo keliatan capek."

"Lo jadi mau ditemenin ke kelasnya Kak Anta, nggak? Kalau nggak, gue mau lanjut tidurnya nih." ucap Kristin seraya menguap.

"Kalau lo ngantuk, gue ke kelas Kak Anta sendiri aja nggak apa-apa kok." Emma tersenyum kecil. Sebenarnya hati dan pikiranya berteriak tidak, tetapi, ia kasihan kepada Kristin.

"Beneran nih nggak apa-apa?"

Emma mengangguk dan berdiri dari duduknya, "Iya.. lo tidur aja. Gue keluar dulu ya." Gadis itu pun berjalan keluar kelas dan mencari dimana kelas Anta berada. Karena baru beberapa bulan masuk sekolah, Emma masih belum mengetahui letak-letak kelas anak senior.

Namun, sebelum Emma menemukan kelas Anta, ia sudah berpapasan dengan orangnya sendiri. "Kak Anta..!" seru Emma sambil berlari kecil pada Anta yang membuat laki-laki berbadan lebih tinggi darinya itu menoleh ke arahnya. "Kak, nilai ulangan fisika-ku tadi dapat bagus. 'Kan semua itu karena kakak, jadi, makasih ya, Kak."

"Baguslah kalau lo dapet nilai bagus. Berarti lo bener-bener ngerti apa yang gue ajarin. Ya udah, pertahanin." jawab Anta, lalu ia melanjutkan jalannya.

So, Which One? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang