BAB 18

108 16 0
                                    

Sudah empat bulan berlalu setelah Kak Anta tiba-tiba saja hilang. Belum ada satu pun orang yang bisa menemukan dimana keberadaan Kak Anta, termasuk gue.

Itulah dua kalimat terakhir yang ditulis Emma di atas buku harian miliknya. Ia mulai menulis buku harian lagi sejak hilangnya Anta. Laki-laki itu masih diluar sana, mungkin sendirian. Jujur, Emma sebenarnya khawatir kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Anta.

"Emma! Ayo siap-siap berangkat!" seru ayah Emma dari luar kamar.

"Iya, sebentar lagi!" jawab Emma sambil berdiri dari tempat duduknya dan mengambil koper yang sudah ia siapkan sejak kemarin. Tidak lupa ia mengambil tiket pesawat miliknya. Benar, Emma akan pergi untuk menemani orang tuanya ke luar negeri. Ayahnya mendapatkan kontrak kerja di Los Angeles yang harus didiskusikan lebih lanjut, dan karena Emma kebetulan sedang dalam masa liburan sekolah, ayahnya mengajak semua keluarganya untuk ikut sekalian berlibur.

Gue belum pernah pergi ke luar negeri sebelumnya, jadi, ini yang pertama kali. Tapi, justru gue excited banget untuk pergi kesana! Katanya sih, disana lagi musim dingin, jadi, pasti ada salju! Untuk pertama kalinya gue akan bisa pegang salju! seru Emma dalam hati.

Setelah selesai, Emma membawa kopernya dan tas kecilnya yang ia gendong di pundak keluar dari kamarnya. Di ruang tengah, ayah dan ibunya sudah memasukkan semua barang mereka ke dalam taksi. Adik Emma, Alya, baru saja keluar dari kamarnya dengan koper yang berukuran lebih besar dari milik Emma.

"Alya, ngapain bawa koper sebesar gudang kayak gitu? Kita nggak pindah kesana kok!" Emma menggoda adiknya sambil tertawa kecil.

Alya yang kesusahan membawa kopernya itu melirik Emma dengan tajam, "Biarin! 'Kan disana dingin, jadi bawa bajunya harus banyak! Kalo hipotermia gimana coba? Kakak mau ngurusin Alya disana kalau sakit? Udah pasti nggak mau 'kan!"

"Makannya jangan sakit. Emangnya bawa baju berapa? Kenapa nggak bawa jaket aja?"

Sebelum Alya dapat menjawab, orang tua mereka sudah memanggil mereka dari luar rumah. "Emma, Alya, ayo kita berangkat! Taksinya udah nungguin kita." seru ibu mereka.

Emma dan Alya pun membawa tas mereka keluar dari rumah sebelum mengunci pintu. Keduanya memasukkan koper mereka ke dalam bagasi dan mengikuti ibu mereka masuk ke dalam taksi itu. Setelah semuanya siap, taksi itu melaju menuju ke bandara. Keadaan jalan yang padat membuat mereka resah dan takut bila nanti akhirnya tertinggal pesawat.

Namun, mereka tidaklah terlambat. Mereka dapat sampai ke bandara tepat waktu dan langsung melakukan check-in. Sebagian koper mereka dimasukkan ke bagian bagasi pesawat agar mereka tidak kesusahan membawanya ke atas pesawat. Sebelum menuju ke pesawat, Emma dan Alya masih sempat untuk membeli minuman di salah satu kafe yang berada di dalam bandara itu.

"Alya mau yang mana?" tanya Emma saat mereka sudah berada di depan tempat pemesanan.

Alya mengetuk-ngetuk dagunya sembari berpikir. Matanya melihat-lihat nama minuman yang tertera pada menu. "Iced Coffee Latte aja deh, Kak."

Emma mengangguk dan ia pun ikut mengamati nama-nama minuman pada menu itu. Paling tidak hari ini ia ingin mencoba sesuatu yang belum pernah ia beli. Tidak lama ia berpikir, akhirnya Emma pun menyebutkan pesanannya.

"Satu Iced Cappuccino, ya mbak."

Benar. Itu adalah minuman yang paling disukai oleh Anta. Setiap hari laki-laki itu pasti memesannya, entah itu di kantin sekolah, restoran, bahkan di rumah ia membuatnya sendiri. Sejak mengetahui bahwa itulah minuman kesukaan Anta, Emma menjadi penasaran dengan rasanya. Benar lagi, Emma belum pernah mencoba minuman cappuccino.

So, Which One? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang