Part 37

6.6K 289 1
                                    

2 Bulan Kemudian...

Akang, eneng minta tolong donk?

Minta tolong apa sayang?

Tolong buatin sarapan buat anak-anak. Eneng nggak enak badan, kepala eneng pusing, perut eneng...

Huek...huek...tiba-tiba istriku Annisa langsung lari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Aku pun langsung mengikuti Annisa dan memijat-mijat lehernya.

Sayang, kamu hamil ya?

Hamil?
Teteh Icha, teteh Acha, aak Fahri, umi hamil, sebentar lagi kita berempat punya dedek bayi.

Ucap teteh Farah yang tiba-tiba berteriak-teriak. Semua anak-anak kami pun berdatangan mendekat dan langsung memeluk tubuh Annisa dan berebutan menempelkan kepala mereka ke perut Annisa.

Akang...
Eneng kan cuma muntah-muntah.

Tapi kamu bulan kemarin nggak menstruasi kan sayang?

Benarkah?

Iya sayang, nanti setelah akang izin kerja kita kerumah sakit ya buat periksa dan pastikan semuanya?

Iya kang.

Sekarang eneng istirahat aja di dalam kamar. Anak-anak ayo mandi siap-siap berangkat sekolah, nanti telat. Nanti abi siapkan sarapan untuk kalian semua.

Iya bi.

Anak-anak kami pun mandi, sarapan dan berangkat ke sekolah begitupun dengan diriku. Setelah absen dan izin dari kantor, aku pulang ke rumah menjemput istriku Annisa pergi ke rumah sakit. Hatiku sangat deg-degan saat dokter memeriksa perut istriku Annisa. Aku selalu berdoa semoga saja Annisa benaran hamil.

Syukur alhamdullilah, ternyata istriku Annisa benar-benar hamil. Ada 2 titik di foto USG yang berarti istriku Annisa hamil anak kembar. Kami berpelukkan sambil meneteskan air mata. Tidak henti-hentinya aku dan Annisa mengucapkan syukur pada Allah SWT. 

Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu dengan cepat. Tidak terasa usia kandungan istriku Annisa memasuki bulan ke lima. Aku dan istriku Annisa pergi ke rumah sakit berdua berboncengan motor dengan mesra.

Abi...
Umi...
Ucap keempat anak-anak kami.

Kalian berempat ngapain ada di rumah sakit?
Ucapku bingung.

Iya, bukannya kalian berempat tadi pamit sama umi mau main sepeda keliling-keliling komplek mumpung libur sekolah.

He...he...
Maafin kita berempat umi, abi. Tadi kita berempat bohong, kami mau lihat umi di periksa. Kami mau dengar suara detak jantung adik bayi.

Iya umi, abi, maafin kita berempat ya...
Ucap keempat anak-anak kami sambil mengerjap-ngerjap kedua mata mereka.

Iya di maafin, tapi nggak boleh bohong lagi, dosa.

Iya umi, abi, janji nggak bohong lagi.

Saat istriku Annisa masuk ke dalam ruang periksa, semua anak-anak kami pun masuk ke dalam ruang tersebut. Dokter dan suster yang ada di ruang periksa tersebut sempat bengong melihat kami. Secepat mungkin kami berenam minta maaf, minta izin dan janji nggak akan ganggu proses pemeriksaan.

Akhirnya dokter mengizinkan kami semua untuk berada di ruang periksa tersebut. Keempat mulut anak-anak kami menganga lebar saat mendengar bunyi detak jantung kedua adik-adik mereka.

Dokter pun bilang bahwa anak kembar kami berjenis kelamin laki-laki.

Alhamdullilah...

Ucap kami berenam. Aku pun langsung memeluk tubuh istriku Annisa dan mencium kepala Annisa dan tertutup jilbab Putih. Aku juga mencium perut istriku Annisa.

Hore...
Kita punya adik laki-laki...

Ucap keempat anak-anak kami sambil bergandengan tangan membentuk lingkaran dan loncat-loncat kegirangan.

Bidadari Dunia VS Bidadari Surga (1-42 End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang