DUA : Oleh-oleh

121 48 37
                                    

Hadiah terbesar dalam hidup ini adalah persahabatan, meskipun terkadang mereka menyebalkan tapi mereka bisa membuatku merasakan arti kehidupan yang sesungguhnya.

-Je t’aime-
.

Alera pulang, berbagai macam oleh-oleh datang.

BEGITU aku kirim pesan, mereka langsung mendatangi rumah pagi-pagi saat pandanganku belum sepenuhnya jelas.

“Huoaaammm..” aku menguap sambil turun tangga, lalu lompat ke sofa empuk. Suasananya cocok banget untuk tidur lagi, apalagi ditemani teman-teman.

“Ada berapa koper yang isinya oleh-oleh, wahai bidadari?” kata Rano memulai pembicaraan.

Aku mendelik, “Gak bisa basa-basi dulu apa? Tanya apa kabar atau apa gitu..”

Luna mendekat, membelai rambutku dengan lembut. Biasanya kalau awalnya manis pasti ujung-ujungnya pahit, sama seperti makan permen karet kalau dikunyah lama-lama jadi pahit. “Mana kopernya, biar gue buka.” Bukan Luna namanya kalau gak bias nahan kesabarannya.

“Duh, please deh. Gue masih ngantuk, kayaknya suasana gini cocok untuk tidur lagi.” aku menguap terus-terusan.

Raisa melempar bantal tepat di wajahku bikin aku cemberut. “Jadi sebenernya lo suruh kita kesini pagi-pagi, cuma buat nemenin lo tidur cantik?”

“Sa, jangan kasar dong. Kasian Alera, mukanya udah jelek malah dilempar bantal.” teriak Mario bikin aku melotot sempurna, mata sayup-sayupnya hilang seketika.

Haikal memukul bahu Mario kasar. “Ya ampun Yo, tega lo, udah ngatain Alera jelek.” Mendengar pembelaan, senyum aku mengembang. “eh tapi, bener juga sih Yo, muka Alera emang jelek.”

Ternyata apa kata quotes yang sering muncul di line itu nyata, kebanyalan cowok sering membuat para cewek terbang seringgi langit lalu tanpa aba-aba meenjatuhkannya ke jurang yang paling dalam.

“Mau kalian apa sih, hah?” aku berdiri sambil berkacak pinggang, sebenarnya aku tahu mereka hanya bercanda. “apa jangan-jangan, lo masih dendam sama gue karena cinta lo udah gue tolak?” aku memicingkan mata.

Haikal menggeleng. “Engga kok, gue udah buang jauh-jauh dendam itu ke jurang yang paling dalam” balas Haikal, “lo suka pelajaran sejarah sih, jadi sering ungkit-ungkit masa lalu.”

“Udah gak usah cinta-cintaan, yang penting sekarang itu adalah.. buka koperr!” celetuk Luna, cewek itu berdiri di samping Mario sambil memperlihatkan koper punyaku.

Aku mengangguk setuju, tanganku meraih koper. Dengan lihat jari jemariku memutar angka kombinasi dan terbuka. “Pilih sendiri sesuai hati kalian dan jangan berebut!”

SERBUUU!

Oleh-oleh ternyata aksesoris singlish, aksesoris berbentuk merlion dan masih banyak lagi.

Setelah berebutan penuh nafsu mengeluarkan segala tenaga sampai berkeringat, akhirnya mereka memasang tampang bahagia.“Thank you, darling. Gue berusaha untuk gak rebutan, tapi gak bisa.” Luna memeluk aku yang lagi nguap.

“Eh Mario,” tiba-tiba aku keingetan sama oleh-oleh special untuk Mario.

Aku mengobrak-abrik tas ransel yang ada di rak. Setelah ketemu apa yang dicari langsung kasih ke Mario. "Buat lo, Yo. Gue keingetan sama sneakers yang lo pake waktu anterin gue ke bandara, udah kucel." aku menyodorkan kotak hitam ke hadapan Mario yang masih bengong.

"Terima Yo, kalau gak mau biar buat gue aja." Haikal menyikut lengannya.

Mario menatap teman-temannya satu persatu, termasuk aku yang terlihat berharap supaya Mario mau menerima pemberiannya. Sneakers warna grey kayaknya cocok dikenakan Mario untuk berpergian.  "Thanks ya." jawab Mario sambil tersenyum bikin hatiku meleleh.

"Jadi cuma Mario yang dikasih oleh-oleh spesial nih?" kata Raisa dengan nada menyindir.

Aku menggeleng. "Yang di koper juga spesial kok, di campur telur dan bawang goreng."

“Dipikir nasi goreng, Al” Rano ketawa cekikikan.

Kami tertawa.

Selang beberapa detik Haikal mengusulkan untuk main adu jotos, tapi kami bertiga gak suka main kayak begitu. Jadi alhasil kami bertiga ngerumpi.

"Eh Al, gimana disana, pasti banyak cogannya, kan?" celetuk Raisa.

Aku mengangguk kaku sambil melirik ke arah Mario yang sekarang sibuk main adu jotos sama Haikal dan Rano sebagai jurinya. Di Singapura memang banyak laki-laki ganteng, tapi tetap saja gak sesuai dengan hati aku, hatinya masih belum bisa berpaling dari Mario. Lelaki yang aku kagumi dalam diam, ya, meskipun Mario selalu menganggap aku sebagai sahabatnya saja tapi aku masih berharap kalau suatu saat nanti Mario bisa menjadi kekasihku.

"Pasti banyak lah, Sa. Tapi dia sukanya sama Mario, kan.”

Wajahku mendadak pucat, mataku melotot ke arah Luna karena sudah melanggar perjanjiannya. "Kalo sampe suara lo kedenger ke telinga Mario, habis lo, Lu." ancamku.

"Santai kali Al. Kalo Mario lagi main adu jotos, dia gak akan denger suara apapun." balas Luna dengan tampang kalem sambil makan keripik singkong.

"Gimana kalo Haikal denger? Atau Rano? Mereka berdua kan ember banget mulutnya." aku mulai heboh, gawat kalau mereka tahu.

Raisa mengangguk anggukan kepala sambil mengacungkan kedua jempolnya. "Bener tuh.. mereka berdua ember banget, apalagi si Rano, ihh jangan pernah curhat sama dia."

Luna menatapku datar, lalu berdiri "Hidungnya santai aja kali, mba. Gak usah mengembang gitu."

Raisa menarik lengan Luna pelan. "Eh Lu, bukannya si Mario udah sama.." belum sempat Raisa melanjutkan bicaranya, tiba-tiba Luna teriak heboh seperti mengalihkan pembicaraan Raisa.

"Sa, anter gue ke toilet yuk. Tali bh gue lepas nih." kata Luna tiba-tiba.

Aneh banget. "Kebiasaan banget sih Sa, kalo ngomong setengah-setengah." aku sadar, pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan.

Sebelum pergi ke toilet, Raisa diam saling tatap dengan Luna, lalu mulutnya terbuka. "G, gue lupa Al. Nanti deh, gue cerita."

Aku mengernyit. "Oh oke."

Kenapa harus nanti sih, Sa. Aku penasaran. Batinku.

Aku orangnya penasaran, suka greget kalau ada orang yang setengah-setengah ngomongnya.

Luna kenapa sih, tiba-tiba minta antar ke Raisa untuk benerin tali bh-nya. Harus dipotong segala percakapan aku dan Raisa, sudah seperti iklan saja. Datangnya tiba-tiba.

Kayaknya ucapan Raisa menyangkut dengan Mario. Kuyakini banyak cerita yang aku lewati selama di Singapura.

Jangan-jangan Raisa mau cerita kalau Mario sudah punya pacar. Kalau pun Mario sudah punya pacar, aku akan minta pertanggungjawaban pada Mario, aku akan menuntut dia karena hatiku sudah terlanjur jatuh cinta padanya. Perhatian, perlakuan dan penampilan Mario buat aku gak bisa berpaling gitu aja. Aku baper? Iya aku akui.

Aku sayang sama Mario, aku gak mau kehilangan Mario, aku cinta sama Mario. Sejujurnya aku ingin sekali berkata seperti itu pada Mario, tapi aku terlalu takut untuk mendengar jawaban Mario.

.
[ToBeContinue]
Vote dan komen, makasih.

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang