DUA PULUH : Tatapan Dingin

35 7 11
                                    

Bukan permen, bukan biskuit itu garuda tingting. Kalau bukan dingin, bukan hangat itu Darrell.

-Je t'aime-
.

"ITU Ilham!"

Pandangan kami mengikuti arah yang ditunjuk Raisa. Jadi dari tadi Luna mencari keberadaan Ilham, dia khawatir dengan cowok itu. Sebenarnya Luna pengen balikan lagi sama Ilham, tapi sepertinya cowok itu belum siap untuk memenuhi keinginan Luna. Cowok itu mungkin takut jika nantinya dia bakalan diputusin Luna lagi karena kelakuannya yang bikin orang tepuk jidat. Dari sikapnya yang acak-acakkan, sering keluar masuk ruang bk, sering dihukum karena kelakuannya yang sudah dicap buruk oleh semua guru-guru, dan kadang suka genit sama cewek-cewek meskipun kutahu jika sebenarnya dia itu setia.

"Lo kemana aja sih?" Pukulan keras di bahu dari Luna membuat cowok itu meringis kesakitan. Luna khawatir sama Ilham, Luna juga sudah melupakan Adit, cewek itu ingin fokus pada sosok cowok yang setiap saat selalu membuatnya cemas, yang membuatnya selalu ingin mengomeli Ilham tanpa lelah, yang selalu berharap kalau Ilham mau berubah sikap supaya dia bisa tenang dan gak akan lihat muka Ilham yang babak belur karena berantem.

"Gue habis beres-beres di masjid, Lu. Ponsel gue mati, jadi gak bisa kabari lo."

"Dihukum lagi?" tebakku tepat sasaran bikin cowok itu mengangguk-angguk sambil memberi dua jempolnya.

"Untung hukuman gue gak separah Darrell," katanya duduk di sebelah Luna, lalu tanpa izin dia menyeruput milkshake punya Luna.

"Bu Siti udah capek menghukum Darrell yang gak pernah nurut, jadi dia suruh pak Bejo untuk menghukum Darrell, ngepel koridor. Terus besoknya dia harus bersihin lapangan basket indoor. Kadang gue kasian deh sama dia." sambungnya.

Aku penasaran. "Bersihin lapangan basket indoor?"

Ilham mencomot kentang goreng punyaku. "Iya, Al, gantiin skors yang dikasih pak Bejo karena dia udah buat pak Supratman masuk rumah sakit."

"Emang dia nolak untuk di skors?" tanya Raisa, tuhkan dia juga penasaran.

"Kayaknya sih gitu," Ilham berdiri. "gue cabut ya."

"Gue ikut." Luna mengikuti langkah Ilham keluar kantin setelah dia meminta izin pada kami.

...

"Gue kira Darrell gak dihukum waktu mukulin pak Supratman.." kata Raisa kelihatan gak nyangka sambil mencuci bersih tangan dengan sabun.

Aku menatap Raisa lewat kaca di depan wastafel. "Gue kira juga gitu, malah gue pikir pak Bejo udah pensiun untuk hukum dia karena keseringan bikin ulah. Tapi ternyata belum pensiun, gue kasian deh sama dia."

"Kasian?"

"Dia pasti capek karena keseringan di hukum.. lo harus tau Sa, meskipun dia kelihatan sangar tapi sebenarnya dia itu baik loh."

"Jadi maksudnya lo tertarik sama dia?"

Aku meringis. "Ya gak gitu juga,"

"Darrell lumayan ganteng loh, dibandingkan Mario. Yakin gak bakalan kepincut sama dia, Al?" Raisa mematikan kerannya, lalu menoleh ke arahku sambil menyipitkan mata penasaran dengan jawabanku - yang aku sendiri bingung harus menjawab apa.

Aku mengedikkan bahu acuh. "Entahlah," kataku sekenanya, lalu melangkah keluar. Raisa mengikuti langkahku ke kelas.

Tapi langkahku terhenti saat bepapasan dengan Darrell yang sibuk mengepel lantai yang gak tahu sampai kapan bisa bersih karena ada sebagian orang yang gak bisa menghargai kerja kerasnya Darrell untuk membersihkan lantai koridor.

Raisa langsung mengirim kode, dia berbisik. "Tuh Darrell, Al.. katanya kasian? Gak mau lo kasih minum nih?"

Alisku mengerut. "Sekarang?"

"Aduh, lo kadang bolot juga ya." Raisa menepuk jidat bodoh, "kasih minum, Al. Kasian tuh, kayaknya dia haus."

Aku menghela napas. Darrell. Cowok itu yang sering muncul tiba-tiba, selalu bikin aku berpikir dengan ucapan yang dia lontarkan - bahkan saat ini aku harus berpikir keras, ucapan spa Yang pantas untuk aku memberi minum pada Darrell.

Lo haus, kan?
Terlalu frontal. Nanti kalau dia jawab engga, gimana?

Hai Rell. Lo lagi dihukum, lo capek?
Yang ini malah membuat aku terlihat tolol, siapa yang bakalan bilang gak capek kalau disuruh ngepel koridor sekolah?

Ini minum buat lo.
Standar banget.

Gue denger lo dihukum sama pak Bejo karena bu Siti udah bosen menghukum lo yang gak pernah nurut sama dia.
Kepanjangan.

Gue bawa minum, ini buat lo.
Terkesan maksa dia untuk nerima pemberianku.

Lo kabur karena ada maksud yang lain, kan?
Ughhh!

Akhinya aku memutuskan untuk mengucapkan apa pun yang terpikir di otak aku saat pandangan mata kami bertemu, dan hal pertama yang aku ucapkan adalah, ini sebagai tanda ucapan terima kasih waktu lo anter gue pulang.

Aku menghela napas lega dan di detik berikutnya giliran cowok itu yang mengembuskan napasnya kasar. Kami masih bertatapan, hingga akhirnya dia melewati aku yang masih menyodorkan botol minum ke hadapannya.

Aku melirik Raisa yang mengedikkan bahu acuh sambil geleng-geleng kepala.

Dari tatapannya yang dingin aku sudah tahu jika dia gak suka dengan pemberianku yang mungkin gak menarik. Aku kok jadi penasaran, dengan sikapnya yang kadang dingin, kadang juga hangat yang terkadang membuatku merasa nyaman berada di dekatnya.

Aku meneliti botol minum yang masih disegel. "Harga air ini emang gak sebanding dengan bensin yang dia pake untuk mengantarkan gue ke rumah, tapi apa salahnya sih terima air ini?" aku malah menyubit Raisa gemas.

"Aduh! Apaan sih, Al? Kok lo nyubit gue? Gue tau kok kalo gue ngegemesin."

"Dih, lebih gemes tikus di solokan kali, Sa. Itu hukuman untuk lo!"

Raisa melongo bingung. "Hukuman apa? Emangnya gue ada salah apa sama lo, sih?"

Aku melipat tangan di dada, sok marah. "Ya gara-gara lo nyuruh gue kasih minum ke Darrel, sekarang lihat, kan, sikap dia? Si Darrell nolak pemberian gue! Dari awal ketemu dia, sebenernya gue males untuk buka suara duluan, bahkan gue berpikir keras untuk memikirkan ucapan yang nanti gue lontarkan ke dia. Eh taunya, hasil berpikir keras gue gak dihargai sama dia!"

Raisa langsung pasang tampang heran.

.
[ToBeContinue]
Kasih vote gak sampe satu jam kok, tolong kasih vote untuk menghargai penulis biar gak sia-sia bikin cerita ini. Komen juga boleh, hehe.

#makasih untuk seribu pembacanya:)

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang