EMPAT : ADA PREMAN

81 42 21
                                    

Jika boleh meminta, datangkan Doraemon ke ruangan ini. Aku ingin meminta agar waktu yang tadi kusia-siakan bisa diulang kembali.

-Je t’aime-
.

"RANO kenapa?" tanyaku pada Raisa yang masih duduk di hadapanku.

"Lagi sensi karena chat-nya cuma di read aja sama si Keisha." Raisa siap-siap pidato kenegaraan.

"Cuma karena itu aja?"

Raisa mengangguk. "Iya." aku hanya ber’oh saja karena menurutku itu gak penting. "Al, ada banyak berita yang lo lewatin selama di Singapura."

Aku melepaskan headset, kalau ini kayaknya penting. "Berita apa?"

"Lo tau Gitta, kan? Adik kelas yang cantiknya gak ketulungan." aku mengangguk, siapa yang gak kenal sama cewek bule itu. Si ratu yang sering tebar pesona, banyak cowok yang berlutut di hadapannya, tapi gak pernah diterima. “ada seseorang yang berhasil taklukin hatinya dia.”

"Siapa? Kak Hiro?" tanyaku penasaran.

"Bukan, tapi Mario. Hebat kan dia."

GLEK. Aku menelan ludah susah payah, lalu dilanjutkan dengan nyengir kepaksa. "Wah, hebat dong. Terus mereka pacaran?" Ada rasa sesak di dada saat aku melontarkan pertanyaan itu.

Raisa mengangguk-angguk. "Pacaran, udah lama juga sih. Waktu kita antar lo terbang, pulangnya Mario langsung nembak Gitta."

"Jadi itu yang mau lo ceritain waktu di rumah gue?"

"Iya. Mereka itu ya, sweet banget. Gue aja sampe iri liatnya. Udah kayak pasangan di drama korea aja tau gak, dan mereka jadi pasangan terhitz di sekolah. Lo pasti iri deh kalo liat gaya pacaran mereka." Panjang lebar Raisa cerita, "gue jadi pengen balikan sama Bion deh." celoteh Raisa panjang kali lebar sampai tiba-tiba pengen balikan sama Bion kembaranku – dan tak lama Raisa bungkam saat terdengar suara dehaman yang khas membuat seisi kelas terdiam. Ternyata pak Kunto sudah berdiri di hadapan kami semua.

Sang guru yang menggunakan dasi kupu-kupu datang dengan tampang datar. Terlihat menyeramkan, tapi beliau mudah takhluk dengan air mata cewek. Jadi kalau di hukum pak Kunto, jurusnya gampang, tinggal akting nangis dan dengan begitu pak Kunto gak akan menghukum kita. Guru yang aneh, tapi paling favorit.

Raisa menarik kursi ke tempat semula, menatap ke depan seolah-olah memperhatikan guru itu berbicara. Satu persatu siswa di absen dan beliau tertegun sebentar ketika aku mengacungkan tangan ke udara, lalu beliau menyunggingkan bibirnya dan tak lama pandangannya terfokus pada buku absen lagi.

"Darrell Agra Dharmawangsa." Pandangan pak Kunto menyapu seluruh sudut ruangan ini. "dia belum datang?" sambungnya menatap Udin yang menjabat sebagai ketua kelas.

"Belum pak, kalo udah datang dia mungkin udah ada disini." jawab Udin sekenanya membuat seisi kelas tertawa.

SRREET. Terdengar decitan suara pintu di geser. Kami semua menoleh ke sumber suara. Disana muncul sosok cowok yang baru saja datang.

Dengan tampang datar cowok itu masuk ke kelas tanpa mengucapkan salam pada pak Kunto. Dasar gak sopan, sudah tahu ada guru, tapi malah cuek-cuek saja.

Kayaknya dia pemilik vespa itu deh, pikirku.

Aku mengamati penampilannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gayanya bukan seperti pelajar, lebih tepatnya seperti preman. Baju dikeluarkan, celana cutbray yang bagian lututnya sobek, rambut lepek kayak gak dikeramas satu minggu, tas selendang rombeng yang sama sekali gak cocok untuk dipake ke sekolah dan satu lagi, sepatu kuning yang kucel.

Pantas aja Rano menyuruhku untuk pindah tempat duduk. Kataku dalam hati.

"Kamu terlambat lagi?" Pertanyaan pak Kunto cuma dibalas dengan tatapan tak berdosa.

"Maklum aja pak, Darrell kan tulang punggung keluarga, jadi dia sering terlambat karena sering begadang." Cowok itu dapat pembelaan dari Tito, si cowok berkacamata kuda.

BRAK. Pak Kunto memukul meja dengan penggaris. "Saya tanya Darrel bukan kamu, Tito."

"Jangan emosi pak, nanti darting loh." Cowok preman itu tiba-tiba nyeletuk. Lalu dia melangkah untuk duduk. Tunggu, dia melangkah mengarah tempat dudukku? Mampus!

Sekarang cowok itu berdiri di hadapanku, bau asap rokok menyeruak memasuki indera penciumanku.

Ya Tuhan, kenapa masih ada cowok yang gak pake parfum? Jerit batinku.

"Kamu murid baru?" tanyanya.

Lagi-lagi aku mencium bau tidak sedap dari mulutnya, bau alkohol. What? Dia mabuk?

"Seharusnya pertanyaan itu untuk lo, bukan untuk gue." aku langsung to the point, gak suka basa-basi.

"Kalo bukan murid baru, kenapa kamu gak tau kalo kursi yang kamu duduki adalah tempata duduk saya?" katanya santai, tapi bikin aku kesal setengah mati.

Aku menggeleng. Perlu dijelasin yang sebenarnya supaya cowok itu tahu kalau tempat yang sekarang aku duduki itu, memang tempatku. "Oke perlu gue jelasin, jadi-"

"Jadi kamu pergi ke luar negeri beberapa bulan, lalu kembali ke sekolah dan menduduki tempat duduk saya. Itu kan yang mau kamu bilang?" belum sempat aku menjelaskan, si Darrell itu sudah tahu duluan. "Saya sudah tahu segalanya tentang kamu, Alera."

Pandanganku menyapu kelas ini, semua orang menatapku sambil menggelengkan kepala seperti memberi sesuatu dengan isyarat itu kalau aku harus mengalah dengan Darrell.

Aku menghela napas sebelum akhirnya buka suara lagi. "Kata-kata terakhir sama sekali gak terbesit dipikiran gue."

"Masa?"

"Beneran, emang kalimat terakhir yang lo bilang gak ada dipikiran gu-!

"Bodo." teriaknya membuatku naik darah.

"Al, udah deh pindah aja. Lagian selama lo di Singapura, kursi lo ditempati Darrell." kata Rendi menyuruhku untuk pindah tempat.

Aku memutar bola mata malas. "Gak mau. Ini tempat gue, seenak jidat aja lo nyuruh-nyuruh gue pindah."

"Keras kepala banget sih jadi cewek." gumam Darrell. Dia menatapku tajam, lalu tanpa ijin cowok itu melemparkan tas punyaku yang isinya barang-barang berharga semua. "kalo dengan cara gak sopan seperti ini, apa kamu yakin gak akan memberontak?"

"HEI!" aku teriak sambil menggebrak meja kesal. "ini tempat gue, lo gak berhak ngusir gue.”)" Aku beangkit dari kursi sambil menunjuk wajahnya.

"Angkat pantat hilang tempat." katanya mendorong aku keluar dari meja. Menyebalkan!

Oh Tuhan.. kirimkan doraemon untukku. Aku bersumpah serapah, berharap kalau aku gak akan pernah berurusan sama cowok itu lagi.

Aku melirik ke arah pak Kunto minta bantuan. "Kamu lebih baik pindah ke belakang, Alera." aku menganga begitu mendengar ucapan pak Kunto. Dengan malas aku mengambil tas ranselku yang tergeletak di lantai dan melangkah ke belakang. Tempat yang paling dibenci.

Baru pertama masuk sekolah saja aku sudah dibuat kesal sama Darrell yang menyebalkan itu, gimana nasib untuk hari berikutnya Tuhan?!

.
[ToBeContinue]
Cast pemainnya gak ada, terserah kalian aja.
Vote dan komen.

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang