ENAM BELAS : Adit vs Ilham

45 18 13
                                    

Katanya berpendidikan tinggi, tapi bicaranya seperti orang yang tidak di didik.

-Je t'aime-
.

BEL masuk membuat semua pintu ditutup rapat. Semua murid mulai sibuk dengan buku pelajaran dan bolpoin yang menari-nari di atas kertas kosong. Aku sibuk membolak-balik halaman buku sambil mengunyah permen karet di mulut – selagi guru itu sibuk menulis rumus-rumus di papan tulis, aku bisa makan permen di kelas. Kalau ketahuan, aku bisa mengelak dan menyimpan permen karet di atas langit-langit mulutku.

TLING. Satu pesan masuk diterima.

Alera gawat!! Sambas bilang sama gue, Ilham mau nemuin Adit di belakang sekolah begitu tau Luna nangis di kelas.
Raisa.

Harus kasih tau Luna kalau gini ceritanya. Kataku dalam hati.

Aku berdeham keras sambil mengacungkan tangan ke udara dan menyeletuk pada guru yang sedang menerangkan materi di depan kelas.

“Bu saya izin ke toilet ya,” aku tersenyum sopan.

Raisa menoleh dan ikut berdiri. “Gue temenin, Al.”

Guru itu malah menyuruh Raisa duduk kembali. “Raisa, kamu tetap duduk.”

“Tapi saya harus ikut, bu.”

Ibu Tata mengetuk penggaris kayu ke papan tulis. “Gak usah ikut. Teman kamu bisa cebok sendiri, udah gede.”

Alhasil Raisa hanya mendesah. Sedangkan aku menggelengkan kepala sambil tersenyum ke arah Raisa. “Nanti gue kabari, Sa.” bisikku.

Setelah berhasil keluar dari kelas, aku melangkah hati-hati. Mengendap-ngendap di dinding seperti seorang maling. Lalu perlahan nongol di jendela kelas Luna.

Luna yang asik memainkan bolpoin di atas bibirnya, sepertinya dia masih memikirkan kejadian yang baru saja menimpanya tadi malam. Masalah dengan kekasihnya belum kunjung membaik. Sepulang dari WS, Luna langsung mengirim pesan pada Adit, tapi kekasihnya itu gak membalas sampai dia menelpon pun gak diangkat.

Luna menoleh ke arahku, dia mengerti dan menghampiri aku. “Ada apa, Al?”

Aku memperlihatkan pesan yang tadi Raisa kirim padaku. “Lo harus cegah Ilham supaya dia gak ketemu Adit.”

Mata Luna terbelalak. “Ilham mau ketemu Adit?”

“Iya, gue harap sih mereka belum ketemu.” Tanpa pikir panjang Luna pergi meninggalkan aku, aku mengikutinya karena gak ingin sesuatu yang buruk menimpa Luna.

Setelah melewati beberapa kelas, Luna meminta izin supaya mang Kal mau membuka gerbangnya. Langkah kakinya terhenti begitu Luna melihat Ilham dan Adit sudah berhadapan dengan tatapan tajam.

“Ilham, gue baik-baik aja.” seru Luna gemetar.

Kedua cowok itu menoleh dan mengernyit saat tahu Luna nongol. “Gue gak suka kalo ada cowok yang berani buat lo nangis, Lu.” Ilham terang-terangan sambil menunjuk ke arah Adit sadis. “Dia bukan cowok yang baik buat lo, Lu.”

Adit tersenyum sinis. “Segitu perhatiannya Ilham sama kamu, yakin gak ada rasa Lu?”

“Aku sayang sama kamu, gak mungkin aku selingkuh dari kamu, Adit.”

Adit mengeluarkan sesuatu dari saku celananya dan melemparkan beberapa lembar foto ke wajah Luna. “Terus ini apa namanya kalo bukan selingkuh?”

Luna mengambil lembaran foto itu yang berserakan di tanah. Di dalam foto itu ada Luna dan Ilham yang terlihat mesra, senyum di bibir Luna gak bisa membohongi Adit. “K,kamu dapet dari mana?”

“Kenapa kaget?! Selama aku di Jakarta kamu ngapain aja sama dia?” bentak Adit.

Luna baru mau buka mulut untuk protea, tapi Adit merepet lagi. “Jalan-jalan terus mampir ke hotel? Iya?! Jawab Lu, kamu cewek kalong?”

“Adit-“

“Kamu pikir aku gak tau apa-apa? Aku tau Lu, aku punya banyak mata-mata. Aku kecewa berat sama kamu, kamu murahan banget ya mau dipegang-pegang sama cowok jelek kayak Ilham. Kamu buta ya? Menyia-nyiakan aku yang setia sama kamu.”

Luna makin panas. Dia merasa terhina dengan ucapan Adit yang gak biasa. “ADIT! Jaga omongan kamu ya, Ilham sama sekali gak pernah pegang-pegang aku.”

“Oh.. sekarang udah mulai buka-bukaan tentang perasaan kamu sama cowok jelek ini.” Adit gak berhenti sampai disitu.

“Katanya berpendidikan tinggi, tapi kok ngomongnya kayak gak di didik sih.” Suara Ilham yang berusaha tenang gak berhasil menyembunyikan emosi yang membeludak.

Dan BUGGHH! Tinju Adit melayang ke rahang Ilham, cowok itu tersungkur ke tanah.

“Adit cukup! Kamu apa-apaan sih?”

“Terus aja bela dia!” bentak Adit. “Mulai detik ini, kita putus. Jangan pernah hubungi aku lagi, anggap aja selama ini hubungan kita cuma khayalan.” tambah Adit berbalik pergi.

Luna masih berdiri, perlahan dia ambruk ke tanah dengan air mata yang mulai mengalir deras. bahunya naik turun, cewek itu terisak.

Aku bertukar tatapan iba dengan Ilham.

Akhirnya aku merangkul Luna mengajak dia untuk kembali ke kelas. Tapi Luna menolak, dia gak pengen orang-orang penasaran dengan mukanya yang kusut. “Kita pulang aja ya, Lu. Gue pesen taxi dulu.”

Luna mengangguk lemas.

Ilham mendekat. “Biar gue aja antar Luna.”

“Ham, luka.. luka lo, sini bi-“

Ilham menepuk-nepuk punggung tangan Luna. “Udah, udah, gak masalah. Gue antar lo pulang ya, lo istirahat di rumah. Nanti masalah izin biar Alera aja.”

“Tapi, Ham-“

“Gak apa-apa, Lu.”

Luna hanya bisa pasrah dituntun ke parkiran setelah berpelukan denganku. Aku gak tega melihat Luna yang biasanya gak pernah memperlihatkan kesedihannya di depanku.

Aku pikir Adit cowok yang baik, tapi ternyata tidak. Aku masih gak nyangka cowok itu memutuskan hubungan Luna di depan umum dengan nada yang ketus, Adit jahat.

.
[ToBeContinue]
Vote dan komen.

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang