DELAPAN : Suara Vespa

73 27 10
                                    

Tidak semua yang kita cintai bisa menjadi milik kita.

-Je t’aime-
.

ANGIN malam berhembus menusuk kulit. Aku kedinginan, memeluk tubuhku yang mungil. Kulihat awan semakin gelap diiringi suara gemuruh yang mencekam.

Terdengar suara motor dari arah belakang, tapi aku abaikan saja. Seseorang yang menunggangi motor itu berupaya mendekat dan tak lama motor itu berhenti tepat di sampingku. Aku berhenti melangkah, menoleh ketika dia bertanya. “Mau kemana?”

“Eh,” pandanganku terbelalak saat mengetahui jika yang bertanya tadi ternyata Darrell. Kukira manusia nakal yang tergiur dengan penampilanku sekarang.

“Mau saya antar?”

Aku bengong. Lalu dia mulai berbicara lagi, “Saya gak akan macam-macam sama kamu.”

“Tapi rumah gue tinggal beberapa langkah lagi, terlalu manja kalo gue menerima ajakan lo.” aku menolak ajakannya.

Darrell kelihatan kaget. “Rumah lo yang gerbang hitam itu, kan?”

“Semua gerbangnya hitam. Gak mungkin kan, kalo semua rumah yang gerbangnya hitam punya gue.” Pandanganku menyapu, dasar aneh. Lalu aku melangkah sedikit demi sedikit diikuti Darrell yang masih menunggangi motornya tanpa dinyalakan mesinnya.

Darrell tersenyum. “Rumah lo nomor sembilan, kan?”

Aku berhenti melangkah, mengenyit. “Kok tau, jangan-jangan lo menguntit gue ya?”

“Siapa bilang, jangan kepedean deh.”

Aku cemberut, “Ya udah, gue masuk ya.”

“Tidak semua yang kita cintai bisa jadi milik kita.” Suara Darrell seakan menarik perhatianku. Tubuhku menegang. “jangan berlebihan mencintai seseorang.”

“Tau apa lo tentang gue?”

“Berhenti mencintainya, atau lukamu akan semakin dalam.”

Aku mengembuskan napas kasar, tubuhku masih membelakangi Darrell. Lalu aku berbalik. “Gue cinta dia, apapun yang terjadi ini urusan gue, bukan urusan lo.” Detik berikutnya aku kembali berbalik, membuka gerbang dan menutupnya dengan keras.

Aku cinta banget sama Mario. Mario yang baik dan perhatian. Di kepalaku sudah terbayang gimana kalau aku harus menjauh dari Mario atau berhenti mencintainya secepat itu seperti yang dikatakan Darrell tadi. Aku tak bisa, aku mencintai Mario melebihi cintaku pada diri sendiri.

Aku membanting diri ke ranjang dengan napas yang tak beraturan.

Lalu ambruk tengkurap supaya lebih lancar menumpahkan air mata yang dari tadi ingin terjun bebas. Bayangin! Gitta kekasih Mario dan Darrell si preman sekolah menyuruh aku untuk menjauhi dan berhenti mencintai Mario. Dadaku terasa sakit.

Aku siap kalau harus menanggung rasa sakit ini sendirian, karena aku sudah biasa menjalani ini sendirian. Jatuh cinta sendirian, berjuang sendirian, menunggu sendirian, semua aku lakukan sendiri.

Sejak pertama mengenalnya entah kenapa aku selalu bahagia. Aku merasa dia adalah orang yang tepat untukku, karena itu aku terus menunggunya hingga sekarang. Bahkan sepertinya dia tahu persis bagaimana yang aku rasakan saat bersamanya. Aku paham selama ini dia selalu mengelak jika orang-orang menjodohkan aku dengannya, karena sekarang aku tahu, hatinya memilih yang lain.

Seharusnya memang dari awal dia tak perlu masuk ke dalam kehidupanku, tak perlu memperlihatkan perhatiannya padaku, tak perlu memperlihatkan rasa sayang padaku - jika memang tak ada sedikit pun perasaan untukku. Sehingga aku bisa mundur dari awal bukan diakhir saat aku mencintainya lebih dalam. Namun setiap detik aku berusaha untuk berhenti, entah kenapa dia seperti menahanku, memohonku agar tak menjauh. Itulah yang membuatku bertahan selama ini, walaupun aku tahu dia sudah ada yang punya.

Percayalah, berjuang sendirian itu tak menyenangkan. Betapa bodohnya aku baru sadar saat ini? Aku berjuang sendirian sementara dia hanya bisa menghancurkannya. Aku ingin dia tahu seberapa besar usahaku untuk memperjuangkannya, menahan rasa cemburu saat dia bercumbu asmara didepanku, menahan air mata yang terkadang ingin keluar tanpa tahu keadaan. Aku hanya ingin dia bisa menghargai semua perjuanganku selama ini, setidaknya dia bisa menjaga perasaanku saat bersama kekasihnya.

Cintanya padaku hanya sebatas rasa cinta terhadap sahabat, tapi kenapa yang aku rasakan bukan seperti itu?

Jujur saja, aku baru merasakannya sekarang. Sakit hati saat diberikan harapan namun dia tak ingin mewujudkan harapan itu, harapan untuk berjuang bersama-sama. Cinta seharusnya membahagiakan, tapi kenapa justru rasanya menyakitkan?

Aku sekarang sudah sadar sepenuhnya. Aku cuma bayangan dimatanya, aku cuma sahabat yang sewaktu-waktu dibutuhkan saat dia merasa kesepian. Mencintainya sama seperti pecahan gelas yang di genggam bersama, di satu sisi aku bahagia bisa menggenggam erat tangannya dan di sisi lain sangat menyakitkan karena mengetahui tak ada sedikitpun cinta untukku. Sekuat apapun aku menggenggamnya, hanya akan membuat luka.

Satu hal yang perlu dia tahu, aku mencintainya dalam diam, aku berusaha untuk mundur, tapi kenangan bersamanya membuatku sulit untuk mundur. Meskipun kusadari, cintaku tak akan pernah terbalaskan.

Dia cinta pertamaku, terasa sangat memalukan jika cinta ini bertepuk sebelah tangan. Aku bukan cewek yang mudah melupakan seseorang begitu saja, apalagi harus melupakan kenangan manis bersamanya. Ternyata apa yang dibilang Darrell benar. Semakin aku mencintainya, semakin dalam pula luka yang menusuk hatiku.

Kesabaran. Satu kata yang selalu menjadi motivasi hidupku, pegalaman hidup yang membawaku pada titik dimana aku mampu melewati masa sulit yang penuh air mata, namun tak lagi terurai setelah aku berpikir bahwa aku harus menghentikan kebodohan ini.

Apa aku harus menyerah dan berhenti disini?


.
[ToBeContinue]
Vote dan komen.

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang