DUA PULUH SATU : Bakso

34 8 9
                                    

Aku merasa senang, walaupun itu sederhana.

-Je t'aime-
.

"MURAM banget.. kenapa lo, Al? Jangan bilang kalo alasan dibalik muka lo yang muram karena sikap Darrell tadi pas istirahat? Lo galau?" Raisa yang cerewet dan memiliki rasa penasaran yang tinggi mulai melontarkan beberapa pertanyaan yang bikin aku semakin kesal. "Akhirnya lo bisa melupakan Mario juga, gue harus berterima kasih nih sama Darrell."

Pemikiran yang pendek, dia pikir aku galau karena sikap Darrell?! Jeritku dalam hati.

Aku mengepalkan tangan ke hadapan Raisa. "Awas aja kalo bilang yang engga-engga tentang gue ke Darrell, gue gak akan buka pintu rumah!" ancamku membuat cewek itu cengengesan.

"Iya deh iya, gak akan, tapi janji ya.. pintu rumah lo harus selalu terbuka buat gue?"

"Iya." kataku pendek sambil pasang senyum yang dibuat-buat. "Gue cabut duluan ya."

"Di jemput supir?"

Aku mengangguk. "Supir angkot."

Kontan aja Raisa melongo. "Kok gak bareng Mario?"

Aku melotot. "Lo lupa?! Mario udah punya Gitta, kalo gue terus-terusan ketergantungan sama dia, gue gagal move on dong."

"Motor di rumah lo kan nganggur, kenapa gak dipake aja?"

"Takut ditebengin lo ah, Sa. Lo kan berat, seberat melupakan dia."

Mata Raisa membulat. "Baru aja lo bilang mau move on, gimana sih?"

Aku ngeloyor.

"Alera.. lo harus move on secepatnya, berhenti menyakiti diri lo sendiri!" jerit Raisa dari dalam kelas.

Aku buru-buru kabur. Cewek itu kalau sudah berteriak suka bikin telinga sakit. Teriak-teriak suruh move on, gimana kalau Mario dengar? Bahaya nih.

Aku menunggu angkutan umum di pinggir jalan. Tapi tak lama suara vespa mulai terdengar memasuki telingaku. Aku menoleh dan mendapati Darrell menyodorkan helm ke arahku. "Lo mau ngajak gue bareng lagi?"

"Pede. Saya mau minta tolong benerin pengamannya."

Sialan! Aku dibuat malu lagi.

"Gue gak bisa."

"Jangan bilang gak bisa sebelum mencoba."

Aku mengambil helmnya. Kulihat pengamannya baik-baik saja. "Lo bilang pengamannya rusak, gimana sih lo? Mau ngerjain gue?" kataku ketus.

"Coba pake di kepala kamu."

Dengan nurutnya aku memakaikan helm ini di kepala. "Baik-baik aja kok, pengamannya juga kuat."

"Ya udah, ayo pulang."

Aku tersenyum. Ribet banget, padahal cuma mau ajak aku pulang bareng.

"Alera?"

"Ha?"

"Kamu lapar gak?"

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang