1. Saya selaku kalimat yang tersusun
ingin rasanya menyampaikan pesan
yang berkonotasi perasaan, saya adalah wujud
dari sikap dan pikiran.
Saya sedang bersundagurau
dengan huruf - huruf
agar terciptanya tali silahturami komunikasi
yang baik pada setiap ejaan
bahasa nasional.
Namun kalau semua ini
dikaji didukung
oleh argumentasi, selaku orang
indonesia
timbullah keragu-raguan dalam diri saya.
bukankah pendanaan kata informasi
sudah bentuk dari tidak
ada kata yang lebih tepat
tentang skenario penilaian saudara
yang membawa kita kepada simulasi.
2. Kata-kata baru mulai berkembang
dan saling bencengrama
pada fungsi yang tiada dan bahkan kontra
produktif, bahkan tanpa makna.
Penalaran bahasa
disudutkan oleh eksak dan kecermatan
bukan hanya ilmuan yang asik sendiri
membentuk terminologi ilmiah nan duka.
Sungguh sadar atau tidak sadar
pun hanya memperlebar jurang perbedaan,
seandainya para pemikir di bidang pendidikan
menghapus batas konotasi yang beraneka ragam.
mahkota katapun ujar penyesalan
atas hukum dan moral yang berasaskan
dirinya maupun orang lain
jatuh ke dalam perangkap yang sama.
3. Seketika seklumit makna yang berjasa
ikut berhimpun dengan para pemuda
yang berikrarkan lafadz sarana
antar manusia dan budaya
menujang pertumbuhan, keseimbangan
persatuan bangsa menyempaikan
sorak gembiranya
sebagai kristalisasi dan cita-cita.
Kita menegaskan
bukan hanya retorika lagi.
Namun prestasi tanah Air Indonesia,
Bangsa Indonesia, dan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Nasional.
Secarik kertaspun berbisik
dengan paraf setuju oleh ; "Soegodo
Batavia 28 Oktober 1928
dalam ejaan van Ophuysen ketiga
Kami poetra dan poetri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa
persatoean, Bahasa Indonesia".
Jakarta. 20:36 pm, Kamis 18 Mei 2017
"Anak dan Pemudapun Bersumpah
Baik Tua yang Bersahaja."
KAMU SEDANG MEMBACA
137 LUAPAN EMOSI SPONTAN
RandomTerhimpun dari kertas yang berisikan kata-kata yang terurai hingga pada akhirnya menjadi kalimat tersusun baik itu sajak, puisi, dan cerita pendek.