126. Menggendong Bait-bait Puisi

25 0 0
                                    


3:55 "Senin Sayang Bersalin"

6 Agustus 2018



Luasnya karya,mengelora dalam senda gurau mengkaji kembali menuju tamasya ungkapan taman-taman imajinasi, sudah merekah terhampar ruah menampilkan pelbagai bukti , mangais pembeda melatari seperti pengemis baik dingin terkapar lapar masih bertahan mengibur sikap dengan celotehan syair-syair bocah jalanan: ia terbakar oleh obor api membara menerima misteri, memang hangat negeri ini bertepuk tangan ber-melodikan laksana arti. Saling menyusun kepingan ide-ide baik mimpi seorang kawan menyemangati, melepaskan semua gagasan, terbebasnya dari macam sedikit opini, dan menyelipkan doa keadilan nan jelas merdeka atas kesungguhan aksi-aksi nyata buah dari pemikran.



Tak halnya tentang fiksi. Bocah kecil mengukir kecerdasannya, dalam pikir punya pikir semakin ber-ilmu: ia pun patuh berkembang sebagai insan fakir-nya ilmu. tak membebani, tak ada asa memiliki. Sekarang akal budi beranjak dewasa kini, menjalar-jalar menjelmakan tentang pengembangan rupa-rupa ilmu pengatahuan yang kian menular tetap terkabar. Benih terkapar abadi mengetahui kebersamaan hal-hal kesadaran: ia pun akhirnya mengetahui bahawa tentang dan tentang pun menjulang harap penerimaan pasarah dari ke-tidak berpengatahuan-nya justru benar bahwa ia jelas tidak mengetahi apa-apa. Entah!



Ke-adaan jasmani, dalam raga melebur tanah pun tiada kepentingan. Jika memang sudah pulang tanpa memberikan amal pesan transformasi dari lemah-nya makhluk indrawi tak lagi bersosial mengadopsi informasi nan komunikasi kembali segala hal itu memperani-nya gerak-gerik tubuh terkujur rapuh nadi pasti kian ter-jeda, menghela nafas kesana-kesini mengunjungi pelbagai tulus nan halus. lalu hilang terhapus tanpa makna refleksi sejarah



Merenungkan, jiwa seseorang memang betul adam pun makhluk ciptaan-Nya. ia pamit pergi dari alur hawa murni mengistirahaka rasa melulu sepi, dalam sukma tak berkenan terselimuti sebuah sebab dan akibat terbebas dimensi ruang waktu mati-nya asa meninggalkan martabat, terpupus keinginan bila tanpa bila. Saling menjalin menerima salam pilu terdiam sebagai anugerah menyertai-Nya.



Kewajiban palung hati memberi itu dalam ketersembunyian, mem-patuhi terbujurnya isyarat nurani membuktikan moral kata kejujuran tanpa merugikan kepastian, terbuai-buai jeritan cintamani lalu ia bergumam tak kunjung tepi sebagian perasaan bukan untuk dimiliki. Memang jelita duri-duri mawar membiusi asmara dasar dangkal sanubari menetesi jernih-nya bahtera hidup; tara air salju, rona rindu sungguh merayu, mengebu-gebu ternyata tabu tidak memaknai sumpah serampu, bias-bias sudah tumpas , terhempas rentan debu-debu kosmik, dan karunia-Nya mampu ber-gimik



Debu-debu khalayak babu, penyajian peran seorang pelayan memanglah abdi terkubur jejak nyawa kemudian ia pergi seperti berkenan rahasia, tak terbuka secungkil rahasianya bila sekelumit kalimat kisah hanya tanda baca selaku huruf per-kata. Rahasia mengatasnamai rahasia: seberapa dekat, sudahkah memikat, sudahkah ini terikat. Yakinlah hasrat, biarlah larut dari ke-kosongan dasar tak diketahui pun saling mengisi, dari sebuah syair-syair ia ber-puisi sungguh pemurah-Nya. Sejak ini bocah beranjak, kembali desak insani ber-syukur kita atas nama: Ilahiyyah.

137 LUAPAN EMOSI SPONTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang