Setelah memotret Dyo, Shani tersenyum sinis menatap Dyo yang sedikit terlihat lemas.
"Kok lemes? Apa perlu aku yang lemesin?"
Shani menggiti bibir bawahnya lalu dengan gerakan erotis, Shani membuka satu persatu kancing kemejanya yang kebesaran.
Dyo meneguk ludahnya dan terkejut saat kemeja merah Shani jatuh ke lantai. Memperlihatkan tubuh putih mulusnya. Menyisahkan pakaian dalam dan tudung merahnya saja.
"Aum, kok kamu natapnya gitu, sih? Kok kayak kaget gitu? Padahal aku kangen loh ngeliat tatapan liar kamu." Ucap Shani dengan wajah murungnya. "Kaki kamu masih perih, ya?" Tanya Shani dengan lembut. Dyo menunduk dan mengangguk dengan lemah. "Tunggu sebentar, ya."
Shani berjalan menuju kulkas yang terdapat di ruangan tersebut. Ia mengeluarkan dua balok es yang berbentuk persegi panjang.
"Aku gak mau ngerusak permainan kita nantinya dengan kamu yang masih ngerasain sakit di kaki kamu ini."
Shani menekan sebuah tombol yang ada di ruangan itu, membuat kursi Dyo bergerak naik.
Shani lalu meletakkan kedua balok es di bawah kaki Dyo. Setelah dirasa pas, Shani kembali menekan tombol tadi. Membuat kursinya kembali bergerak turun.Dingin. Itulah yang Dyo rasakan, saat telapak kakinya bersentuhan dengan balok es yang diletakkan oleh Shani.
Dyo terus bergerak tak tenang, saat hawa dingin dari balok es itu bagaikan ribuan jarum kecil yang menusuk telapak kakinya
"Di-Dingin, Shan."
Shani tersenyum melihat tubuh Dyo yang menggigil gemetaran terlihat gelisah.
"Aku lagi bosen, nih." Shani mengerucutkan bibirnya.
Jika sebelumnya mungkin Dyo akan gemas melihat ekspresi Shani saat ini. Namun sepertinya setelah mengetahui bagaimana sosok asli dari gurunya itu, jelas Dyo tidak akan pernah berpikir seperti itu terhadap Shani.
"Kamu serigala nakal, kamu harus dihukum."
Shani kembali berjalan menuju kulkas. "Kamu tau apa yang dicuri si serigala dari si tudung merah?"
Dyo tidak menjawab, ia hanya diam menahan hawa dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Jawab Aum."
"A-Apel..."
"Benar sekali."
Shani pun mengeluarkan seplastik apel dan tersenyum sambil menunjukkannya pada Dyo. Ia lalu meletakkannya di atas meja dan mengambil beberapa pisau dapur yang dipajang di dalam laci meja tersebut.
"Gak apa-apa kan, kalau aku pemanasan dulu?"
Shani meletakkan apel di atas sebuah lemari yang tinggi sebatas dadanya. Lemari tempat berbagai alat penyiksaan terpajang. Setelah mundur mengambil jarak beberapa langkah dari apel itu. Shani pun bersiap untuk mencoba membidik apel tersebut.
"Yah, meleset. Lemarinya jelek." Shani berpura-pura sedih karena lemparannya meleset dan malah mengenai lemari tersebut.
"Kayaknya lebih bagus kalau apel ini di atas kepala kamu, deh."
Shani berjalan dengan gembira kemudian meletakkan apel di kepala Dyo.
"Ja-jangan...."
Dyo kembali bergerak ke sana-kemari, mencoba melepaskan diri dari kursi yang mengikatnya.
"Aum jangan gerak. Nanti kamu kena lemparan aku. Diem, ya." Ucap Shani sambil mengusap pipi Dyo.
Ia kembali mengambil jarak dari Dyo, dan membidik ulang apel yang terletak di atas kepala Dyo.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lesson
Fiksi PenggemarBasic idea from "The Lesson" (2016) movie by Rutt Platt A story duet with @Rabiurr and @Shion2 Warning a Mature Content - Violence Scene