17

4K 186 56
                                    

Shani memasuki kamarnya dengan kesal. Memang tadi Vino telah menjelaskan padanya dan meminta maaf. Tapi, kekesalannya karena kejadian hari ini memang benar-benar menguras emosinya.

Emosi Shani semakin menjadi saat mengingat bagaimana lancangnya Nadse menyentuh Vino.

"Dasar perempuan sialan!" Dengan penuh emosi, Shani berjalan menuju ruangan tempat peliharaannya.

"Ke-kenapa? K-Kami gak melakukan kesalahan apapun." Ucap Dyo dengan takut, karena melihat ekspresi wajah Shani yang seperti ingin memakan mereka hidup-hidup.

"Aku sedang kesal karena perempuan murahan itu," ucap Shani.

"Perempuan murahan?" gumam Gracio. Dalam hati ia bertanya, apakah Shani tidak sadar? Jika dirinya sendiri juga terlihat murahan.

"Perempuan itu berani menyentuh Vinoku," lanjut Shani. Jelas sekali emosi Shani terlihat memuncak.

"Sejak kapan Vino jadi milik lo?" Tanya Gracio dengan nada mengejek.

Shani ingin sekali melampiaskan kekesalannya pada Gracio. Tapi, mungkin sedikit bermain lebih menarik.

"Ah, ya! Aku lupa memberitahu kalian. Kalau aku dan Vino, sudah resmi berpacaran." Ucap Shani dengan penuh rasa bangga.

"Bohong! Lo pasti bohong!!" Gracio tiba-tiba saja terpancing emosinya.

"Hmm. Mungkin lain waktu aku akan membuktikannya pada kalian," ucap Shani. Ia senang melihat ekspresi marah dari Gracio, wajah imut dari lelaki bergingsul itu terlihat semakin memerah.

Shani berjalan mendekati peliharaannya.

"Apa aku perlu memasang CCTV di rumah Vino?"

Tatapan mata Gracio semakin tajam.

"Ah, seharusnya aku berbagi kebahagiaan itu pada kalian. Apa kamu tau, Cio? Dia yang memintaku untuk jadi pacarnya. Dia bahkan berani mencium bibirku dan--"

"CUKUP!! Tutup mulut berbisa lo itu. Gue gak akan biarin lo nyentuh Vino!!" Bentak Gracio.

"Hmm. Baiklah, jika aku tidak boleh menyentuh Vino. Akan aku buat dia menyentuhku lebih dulu." Shani tersenyum sinis pada Gracio.

"Setan!! Dasar perempuan ular lo. Berani lo nyentuh Vino. Gue gak akan segan untuk--"

Gracio tidak melanjutkan ucapannya karena Shani menekan tombol untuk mengaktifkan sengatan listrik dari kalung Gracio.

"Aaaaa!!!"

"Tunggu saja. Aku akan mempertemukan kalian kembali dengan Vino, jika sudah saatnya."

"Shan, gue mohon sama lo. Jangan siksa Vino. Dia anak yan baik, jangan lo siksa lagi. Dia udah cukup tersiksa dengan keluarga yang seperti itu. Gue mohon lo--"

Plak!

Shani menampar keras wajah Dyo. Obsesi Shani untuk mendapatkan Vino sudah tidak bisa ditawar lagi. Ucapan Dyo tadi, ia tidak ingin mendengarnya. Ia tidak ingin perasaannya berubah.

"Percuma kalian memohon. Apapun yang terjadi, Vino akan tetap jadi peliharaanku."

Shani keluar meninggalkan ruangan itu, sebelum hatinya meragu.

"SIAL!!" Teriak Gracio. Ketakutannya benar-benar terjadi. "Gue bilang juga apa?! Shani sosok yang sempurna buat Vino, karena dia gak tau kalau Shani segila ini. Gue udah duga bakal jadi kayak gini. Sekarang kita harus apa?!!"

Gracio yang bingung dan juga emosi itu hanya dapat membentak Dyo yang hanya diam menunduk. Ia mulai menyesal karena telah memberikan alamat rumah Vino pada Shani.

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang