20

6K 202 32
                                    

Shani kembali mencium bibir Vino, dan kali ini setelah tenaganya telah terkumpul kembali, Shani mulai menggerakkan pinggulnya. Desahan erotis pun mulai ke luar di sela-sela ciuman keduanya. Mengisi penuh dan membuat ruangan khusus milik Shani terasa panas.

Hal yang selama ini tak pernah Vino salurkan kini tersampaikan saat gerakan pinggul Shani semakin cepat. Walau susah-payah karena harus menahan bobot berat badannya sendiri, Shani tetap mampu menggerakan cepat pinggulnya. Rasa perih yang sebelumnya dirasakannya kini telah berganti menjadi rasa nikmat yang teramat sangat.

Shani tidak peduli dengan besar dan panjangnya adik kecil Vino, yang terpenting apa yang selama ini hanya dibayangkannya telah terjadi. Bahkan jauh lebih nikmat dibanding khayalannya selama ini.

Goyangan Shani semakin cepat seiring rasa gatal yang dirasakannya. Keinginannya untuk orgasme begitu kuat mengalahkan rasa pegal yang juga membuat permainannya kali ini sangatlah berat. Beruntung kewanitaannya sudah sangat basah sehingga tidak sulit untuk mengeluar-masukkan adik kecil Vino yang masih berdiri tegak di bawah sana.

Shani tersenyum begitu manis setelah melepas kecupannya di bibir Vino. Ciumannya beralih ke jakun Vino yang menggemaskan di matanya.

Dinding pertahanan Vino telah benar-benar runtuh, desahannya ke luar seiring dengan isapan serta goyangan Shani.

"Shannhhh,"

Adik kecil Vino berdenyut hebat. Ingin sekali ia memuncratkan seluruh cairannya namun Shani masih betah menggoyangkan tubuhnya.

"Shanhhh stopphh..."

Kekehan pelan Shani terdengar meledek. Setelah menjilat jakun Vino, Shani kembali menjilati bibir Vino dan menciumnya kasar. Ia tak ingin sedikitpun mendengar Vino memohon padanya untuk menghentikan permainanya.

Dirasa sudah cukup menjelajahi jakun dan bibir Vino. Dengan perlahan, Shani menggoyangkan tubuhnya.

Deru nafas mereka kembali saling beradu, kala goyangan Shani yang semakin cepat.

Gracio terdiam melihatnya. Matanya begitu fokus menonton permainan nakal Vino dan Shani secara gratis. Sesekali ia meneguk air liurnya dan satu tangannya yang tak terborgol mengusap-usap adik kecilnya yang berdiri tegak di bawah sana.

Begitu pula Dyo, ia benar-benar tidak tahan. Bagaimanapun keadaannya saat ini, yang terpenting adalah memuaskan hawa nafsunya. Satu tangannya yang bebas pun telah bergerak cepat menggerakkan adik kecilnya. Pemandangan di hadapannya benar-benar indah, tubuh Shani yang tak terbalut sehelai benangpun dibanjiri oleh keringatnya sendiri. Tak hanya itu, dada Shani benar-benar sempurna, begitu besar dan pas walau saat ini Dyo hanya bisa menatapnya dari samping.

Shani semakin cepat menggoyangkan tubuhnya saat rasa gatalnya semakin menjadi. Ia eratkan pelukannya di leher Vino yang telah banjir oleh keringat keduanya. Ciuman Shani pun semakin dalam.

Shani masih menggoyangkan tubuhnya hingga ia mencapai klimaksnya. Cairannya pun tumpah dan membasahi adik kecil Vino yang masih bertengger di dalam lubang kewanitaannya.

Shani lalu melepaskan ciumannya. Menatap Vino dengan penuh cinta, tak lupa ia menyunggingkan senyuman bahagianya.

"Makasih ya, sayang." Ucap Shani sambil mengusap lembut pipi Vino.

Vino hanya diam memilih tak membalas ucapan Shani yang kini tengah memperhatikan wajahnya. Tatapan Shani yang menggoda berhenti pada bibir Vino yang telah memerah karena isapannya.

Shani kembali tersenyum, tangannya pun beralih ke bibir bawah Vino, dicubitnya gemas.

"Gemesin banget sih kesayangan aku."

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang