7

4.3K 182 39
                                    

Shani yang telah berjongkok di hadapan Gracio tiba-tiba menarik paksa boxer Gracio. Gracio yang terkejutpun nampak memberontak, namun kakinya tak bisa banyak bergerak karena Shani mengikatnya juga.

Kini terpampang jelas, adik kecil milik Gracio yang masih terbungkus oleh celana dalamnya. Shani menyeringai, dan menarik celana dalam milik Cio, sehingga membuat Gracio kini tak menggunakan apapun sekarang.

"Wah, lucunya." Shani memegang adik kecil milik Gracio yang terlihat kecil itu, "Ah, kok membesar gitu, ya?" Shani menatap Gracio dengan seringainya.

Dyo yang sedari tadi memperhatikan mereka, hanya bisa meneguk ludahnya susah payah. Apa yang akan dilakukan Shani sekarang? Pikirnya.

Shani membuat gelembung dari permen karet yang ia kunyah sedari tadi. Perlahan, ia pun mulai mendekatkan gelembung permen karet tersebut pada ujung dari adik kecil milik Gracio.

Gracio memejamkan matanya. Kini Shani tengah mengisap pelan miliknya, dan bertambah rasa lengket dari permen karet yang dikunyah Shani tadi.

"Hhhh," desah Gracio tak tertahankan.

Shani melepaskan isapannya, lalu ia kembali mencambuk Gracio.

"Jangan sekali-sekali, kamu berani ngeluarin suaramu!"

Gracio meringis pelan, ia mengangguk takut. Shani yang mulai tersulut emosi itu pun dengan lancangnya meremas milik Gracio dengan kuat.

"Argh!"

Plak!

Suara cambukan kembali terdengar.

"Sudah ku bilang, jangan sekali-sekali mengeluarkan suaramu!" Shani pun meremas lebih kuat lagi milik Gracio dari sebelumnya.

Gracio meringis, merasakan miliknya yang sakit karena genggaman kuat Shani serta kuku-kuku Shani yang sedikit menancap.

Shani mengendurkan cengkramannya pada milik Gracio. Ia menaik-turunkan perlahan, membuat Gracio memejamkan matanya dan harus menahan suara desahannya yang hendak keluar.

Shani kembali mendekatkan wajahnya, menjilati permen karetnya yang menempel pada adik kecil milik Gracio. Tubuh Gracio bergetar hebat, apalagi saat Shani mengisapnya kembali, hisapan yang sedikit kasar karena Shani menggunakan giginya.

Dyo yang sedari tadi memperhatikan mereka pun hanya bisa meneguk ludahnya. Tak kala, tangannya pun mulai mengusap-ngusap miliknya. Bahkan kini miliknya sudah mengeras sedari tadi.

Shani mendongak menatap Cio sembari melepaskan hisapannya, "Enak?"

Gracio hanya mengangguk, tanpa membuka suara.

"Cuih!" Shani membuang air liurnya tepat di wajah Gracio. "Kamu enak. Akunya enggak."

Shani pun kembali mencengkram milik Gracio dan menekankan kuku-kuku panjangnya di sana, membuat sang empunya meringis kesakitan bukan main.

"Nah itu baru enak!" Tawa Shani sarkas.

Shani pun keluar ruangan tersebut. Entah kenapa, setelah melihat milik Gracio tadi, ia merasakan sesuatu dalam dirinya yang tengah bergejolak. Ia bahkan membayangkan bahwa itu adalah milik Vino yang tengah dihisapnya.

Shani duduk di pinggir kasurnya, merapatkan kedua pahanya. Ia kini tengah memperhatikan foto-foto Vino yang ada di handphone Gracio yang telah diambilnya. Tangan satunya memegang vibrator yang kini tengah bergetar di lubang miliknya.

"Vinohhhh!!" Teriakan Shani menggema di kamarnya.

Shani langsung merebahkan dirinya. Memejamkan matanya, tersenyum manis membayangkan Vino berada di sampingnya.

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang