9

3.8K 168 49
                                    

Shani masuk ke dalam kamarnya dengan senyum merekah yang menghiasi wajah cantiknya. Dipeluknya erat blazer Vino yang masih dikenakannya.

Bayangan wajah Vino yang memerah dan malu karenanya begitu menggemaskan dan membuat Shani semakin menyukainya.

Pikiran Shani berputar saat Vino mengajaknya pergi kencan esok hari. Shani tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi besok di kencan pertamanya bersama Vino. Apakah mereka akan melakukan hal-hal yang sering dilakukan seperti pasangan pada umumnya? Makan bersama, menonton bioskop, pergi berbelanja sambil bergandengan tangan. Atau, melakukan hal-hal yang Shani ingin Vino lakukan padanya, berciuman, menjamah dirinya dan bercinta di mana pun Shani tidak masalah asal Vino yang melakukan padanya.

Tanpa sadar, Shani mengeluarkan desahannya. Ia masih memeluk erat tubuhnya sendiri sementara tangannya yang bebas mulai bermain di daerah dadanya.

Cintanya pada Vino memang terlalu berlebihan. Pikiran Shani memang sudah tidak sehat jika menyangkut muridnya yang satu itu, terlebih saat ia berhasil memegang adik kecil Vino di perjalanan pulang tadi. Pikiran Shani semakin tidak karuan, ingin sekali ia dapat memegangnya tanpa terhalang apapun, menikmatinya bagaikan es krim.

"Ahhh, Vinohhh."

Shani membuka matanya perlahan, mencari dengan panik vibrator yang selalu membantunya menuntaskan hawa nafsunya. Namun, ketika menemukannya Shani malah menggeram kesal. Ia membanting kasar benda pemuas tersebut.

"Kecil... Terlalu kecil..." Geramnya. "Vinoooo, kenapa punya kamu gede banget arghhh!!"

Shani kembali menggeram, amarahnya terlihat. Dibantingnya kasar pintu kamarnya, jika vibrator tidak bisa memuaskan amarahnya, maka hanya kedua peliharaannya yang bisa jadi pelampiasannya.

***

Shani memasuki ruangan khususnya dengan tatapan tajam. Amarahnya jelas terlihat. Ia mengambil pisau lipat yang tergeletak di atas meja lalu berjalan ke arah kandang di mana Gracio dikurung.

Tanpa kata ia langsung menarik Gracio ke luar dari kandangnya. Gracio pun langsung memberontak.

"Apa yang mau lo lakuin?!"

Dyo yang melihatnya ingin sekali menahan Shani, namun ia tidak bisa melakukannya karena kedua tangannya diborgol di jeruji besi kandang.

Shani mendorong kasar Gracio ke lantai. Saat Gracio ingin bangkit, Shani menendang tubuhnya.

"Diam di sana!"

"Brengsek!!"

"Aku bilang diam!!"

Shani kembali menendang wajah Gracio dan menginjak tubuh Gracio.

"Kamu bener-bener susah dibilangin ya Gracio..." Shani pun berjongkok di hadapan Gracio. "Aku sedang tidak mood untuk bercanda denganmu Cio sayang..."

Shani mengeluarkan pisau lipatnya lalu mengarahkannya ke pipi Gracio. Tangannya yang satu beralih ke adik kecil Gracio yang tertutup boxernya.

Diremasnya kasar adik kecil Gracio, pisaunya pun mulai menancap di lesung pipit Gracio.

"Aaahhhhrggg." Desahan Gracio pun bercampur dengan rintih kesakitannya.

"Cio..."

Dyo hanya bisa melirih tanpa bisa berbuat apapun. Tangannya mengepal dan menggenggam jeruji besi dengan keras.

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang