14

3.9K 190 38
                                    

Suara bell rumah yang terus-menerus berbunyi, membangunkan Vino dari mimpi indahnya. Dengan gerakan malas, Vino mengambil jam weker di nakas samping tempat tidurnya.

"Jam 7? Siapa deh yang bertamu pagi-pagi gini?" Monolog Vino dengan suara seraknya.

Vino pun langsung bangkit, mengusap kedua matanya sejenak.

"Sebentar," teriaknya saat bel rumah kembali berbunyi.

Dengan langkah gontai, Vino menuruni tangga rumahnya dan berjalan menuju pintu rumah dengan wajah yang masih mengantuk.

Tanpa melihat terlebih dahulu siapa yang mendatangi rumahnya, Vino yang masih memejamkan matanya itu langsung membuka pintu utama rumahnya.

Wanita cantik itu berbalik dengan senyum merekah yang langsung hilang melihat penampilan Vino. Bagian bawahnya langsung berkedut hebat, hawa nafsunya benar-benar terpancing. Shani menahan nafasnya dan matanya terkunci pada tubuh bagian atas Vino yang tidak tertutup apapun, memperlihatkan perut kotak-kotaknya serta sedikit bulu halus di bawah perutnya. Dan yang lebih parahnya, Vino hanya mengenakan boxer yang jelas-jelas memperlihatkan adik kecilnya.

Setelah puas dan cukup lama memandanginya, Shani memejamkan mata, berpura-pura terkejut. Ia sangat merasa beruntung datang di pagi hari, Vino masih belum sadar.

"Vi-Vino... Le-lebih baik kamu pake baju dulu..."

"Hmm?"

Vino membuka matanya perlahan, menunduk dan memperhatikan dirinya. Matanya langsung terbelalak saat menyadari bagaimana keadaannya saat ini.

"Astaga! Maaf Bu Shani!"

Buru-buru Vino langsung berlari kembali ke kamarnya. Meninggalkan Shani yang memasuki rumahnya sambil terkekeh. Ah, Shani benar-benar menyukai pemandangannya barusan.

Setelah berganti pakaian dan merapihkan diri, Vino menghampiri Shani yang telah duduk di ruang tamu. Duduk Shani terlihat sangat rapat dan gelisah, jelas karena ia masih mengingat bentuk tubuh Vino yang sangat menggodanya.

"Shan..."

Panggilan Vino membuat Shani kembali berdiri dan berusaha biasa saja dengan apa yang terjadi pada mereka sebelumnya.

"Duduk aja, Shan. Maaf ya kalau aku nyambut kamu kaya tadi.."

Shani kembali duduk lalu mengangguk lemah. "Gak apa," jawabnya malu. 'Kalau perlu telanjang sekalian pasti lebih bagus, Vin.' Tambahnya dalam hati.

"Aku gak pernah kedatangan tamu selain Dyo sama Cio jadi aku gak pernah cek sama sekali."

"Hmm. Emangnya ke mana orang-orang di rumah?" Tanya Shani sambil memperhatikan sekeliling rumah Vino.

"Pergi, mencari kebutuhan dan kebahigaannya sendiri di luar sana."

Shani kembali menatap Vino. Memperhatikan dengan seksama raut wajah pujaan hatinya itu, tersirat kesedihan yang mendalam di balik mata seperti elang yang selalu menusuknya.

"Kalau ada masalah, kamu bisa cerita ke aku."

Vino lalu tersenyum, memperlihatkan seolah bahwa dia pemuda yang kuat dan tak ada masalah apapun pada Shani.

"Gak ada masalah apapun. Dibanding itu, ada apa kamu ke rumahku? Dari mana kamu tau rumah aku?"

"Maaf, aku menanyakannya pada bagian tata usaha yang hari ini bekerja. Memaksa mereka memberitahu alamatmu. Gak sepantasnya memang." Jelas Shani berbohong, tentu saja ia mengetahui alamat Vino dari kedua sahabat Vino.

"Aku khawatir sama kamu, kamu sama sekali gak ngabarin aku. Tadi pagi pun begitu, kamu gak bisa dihubungin, jadi aku nekat ke sini."

"Astaga! Shani maaf!" Vino nampak menyesal. "HP aku mati, dan sampe rumah aku langsung tidur. Maafin aku, aku gak maksud buat kamu khawatir..."

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang