Vino mengerjapkan matanya perlahan saat kesadarannya mulai pulih. Samar-samar ia mulai bisa melihat wajah Shani di hadapannya. Shani tersenyum dengan manisnya, jari-jemarinya dengan nakal bermain di dada bidang Vino.
"Akhirnya kamu bangun juga."
Mata Vino akhirnya terbuka penuh ketika menyadari posisinya saat ini. Terbaring di tempat tidur dengan keadaan kedua tangannya terborgol di kepala ranjang.
Vino langsung memperhatikan sekitarnya, wajahnya terlihat panik. Shani hanya tertawa melihatnya, menurutnya wajah Vino terlihat sangat lucu saat ketakutan seperti ini.
Vino pun memberentok, berusaha melepaskan borgol di tangannya yang malah semakin membuat Shani tertawa.
"Tenang dong, sayang. Ssstt."
Vino langsung menatap Shani tajam. Wanita yang hanya mengenakan blazer miliknya itu nampak sama sekali tidak takut dengan tatapannya itu.
"Jangan tatap aku gitu, ah. Aku jadi pengen lagi, kan."
"Kaaa-eummhh."
Shani mencium paksa bibir Vino, tangannya tak tinggal diam dan meremas kasar adik kecil Vino. Vino berusaha melepaskan ciumannya, namun satu tangan Shani menahan kepalanya.
"Kamu bisa tenang gak, sih?" Tanya Shani setelah melepaskan ciumannya.
Vino mengatur nafasnya sebelum berbicara. "Tenang dengan keadaan kaya gini? Menurut kamu, aku bisa?"
"Ini sama sekali gak buruk, sayang."
"Kamu gila, Shani." Vino menggeleng. "Gak seharusnya kamu begini sama aku, sama sahabat-sahabat aku."
Shani mulai terpancing emosinya karena perkataan Vino, wajahnya memerah nampak menahan amarahnya.
"Aku ini cinta sama kamu. Kamu bilang kamu cinta sama aku. Apa ini yang kamu sebut cinta? Begini kelakuan kamu sama aku?"
Shani terkekeh, ia masih terlihat berusaha menahan amarahnya. "Sayang, ini gak salah. Ini cara kita saling membuktikan bahwa gak ada orang lain yang bisa memiliki kita."
"Dengan mengikat aku? Menyembunyikan kedua sahabat aku? Aku tau apa yang telah mereka perbuat sama kamu, tapi gak gini Shani! Mereka bukan binatang!"
Shani tersenyum miring lalu tertawa keras, begitu keras sampai air mata ke luar dari kedua mata sipitnya.
Shani mengusap sudut matanya dan berhenti tertawa. Menggeleng lalu mengusap pipi Vino. "Kamu yakin mereka bukan binatang?" Tanyanya sambil berbisik. "Aku bakal buktiin ke kamu bahwa mereka lebih liar dari hewan buas sekalipun," ucap Shani.
Shani lalu bangkit setelah mengecup singkat bibir Vino. Ia membuka tirai di samping Vino. Vino terbelalak saat melihat banyaknya layar televisi di sana, menayangkan keadaan Dyo dan Gracio di ruangan khusus milik Shani.
"Wait and see."
Shani lalu ke luar dari kamar tersebut, meninggalkan Vino. Cukup lama Vino menunggu sampai ia dapat melihat Shani masuk ke ruangan khususnya menggeret seorang gadis yang tak bisa dilihat jelas wajahnya oleh Vino dari layar. Namun, Dyo dan Gracio dapat mengenali baik wajah gadis yang nampaknya tak sadarkan diri itu.
"Hai, kalian pasti kelaparan dan bosan setelah sekian lama terkurung di sini, kan?" Tanya Shani dengan senyumnya yang merekah. "Maka dari itu, aku membawakan kalian mainan. Anggap saja hadiah jadian dariku dan Vino." Tambahnya.
"Di mana Vino?!" Tanya Gracio.
"Ah, itu tidak penting, Cio. Lebih baik kalian bersenang-senang dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lesson
FanfictionBasic idea from "The Lesson" (2016) movie by Rutt Platt A story duet with @Rabiurr and @Shion2 Warning a Mature Content - Violence Scene