"Gak, gak mungkin." Shani menggeleng, lalu menatap Vino. "Kamu pasti bohong. Kamu cuma terbawa suasana dan mengkhayal. Ini pasti efek PCP yang aku suntikin ke kamu!"
"Aku gak bohong apalagi mengkhayal. Aku punya buktinya kalau kamu gak percaya."
"Mana?! Mana buktinya?!"
"Dompet aku. Kamu bisa liat semuanya di sana."
Shani langsung bangkit, mencari seragam serta tas sekolah Vino. Mencoba menemukan dompet milik Vino. Jantung Shani bergemuruh dengan cepat saat menemukannya. Dibukanya perlahan dompet milik Vino.
Shani terdiam, matanya terbelalak melihat di dalamnya terdapat foto Vino kecil bersama dengan seorang gadis yang lebih tua darinya. Gadis yang tak asing bagi Shani, Viny.
"Ta-tapi kenapa Viny tak pernah cerita soal kamu?!"
"Karena dia membenciku."
"Ta-tapi bukannya adiknya itu Viddy?"
"Viddy sudah lama meninggal, bahkan sebelum aku lahir."
"Ja-jadi kamu tau segalanya soal aku?"
"Maafin aku, Shani."
Vino's PoV
Aku masih berumur 9 tahun saat semua itu terjadi. Cuma anak kecil di mata Ayah kami, di mata Ibu kandungku yang malah memilih pergi meninggalkanku, dan di mata Kakak kandungku, Kak Viny. Kalian pasti bertanya hubungan keluarga seperti apa yang aku dan Kak Viny miliki hingga gadis tomboy itu harus mengakhiri hidupnya dengan obat-obatan terlarang di usianya yang terbilang muda.
Seperti yang sudah aku bilang sebelumnya, aku memanglah anak kecil yang tidak tahu-menahu mengenai kehidupan rumah tangga kedua orang tuaku pada saat itu. Yang aku tahu hanyalah aku memiliki seorang Ayah yang super sibuk dengan pekerjaannya, seorang Ibu yang memilih pergi dariku dengan alasan dia harus mencari kebahagiaannya di luar sana, dan seorang kakak yang pendiam.
Lalu tentang Kak Viny, apa yang diceritakan Shani tentang sosoknya tidak jauh berbeda dari yang aku ketahui. Sejak awal aku lahir ke dunia ini, aku dan Viny tidak pernah akrab seperti Kakak-berAdik pada umumnya. Kami saling diam, seolah tak saling mengenal satu sama lain. Lebih tepatnya, Kak Viny tidak pernah menganggapku ada.
Tentu saja aku sangat kesepian, temanku hanyalah mainan robot-robotan dan buku-buku cerita yang kisahnya jauh lebih membahagiakan daripada kehidupanku. Seorang anak yang memiliki harta berlimpah, keluarga yang lengkap, fasilitas mewah tapi seperti tak memiliki apapun karena kasih-sayang itu tak pernah kudapatkan.
Akhirnya aku tahu apa yang salah dengan keluargaku, Ayah Kak Viny tentu saja yang juga merupakan Ayahku selingkuh dengan Ibuku. Perselingkuhan yang menyebabkan Ibu Kandung Kak Viny beserta Viddy yang saat itu masih dalam kandungan ibunya, meninggal dunia. Mereka kecelakaan karena pergi setelah bertengkar hebat dari rumah. Lalu kejadian itu kembali terulang, Ibuku pun juga pergi karena mendapati Ayah kembali berselingkuh dengan orang lain.
Nampaknya Ayah memang tidak peduli pada anak-anaknya selama dia merasa memenuhi tanggung jawab kami secara fisik. Memberi makan, uang jajan, dan menyekolahkan kami. Aku tumbuh menjadi anak yang pendiam, tentu saja begitupun Kak Viny. Tapi, dia berhasil menemukan dan mendapatkan kebahagiaannya di luar sana. Menemukan seorang malaikat yang kembali memunculkan senyum di wajah manisnya. Shani Indira.
Aku mengintipnya dari ambang pintu kamarnya, tengah tersenyum sambil memegangi handphone-nya. "Iya, Indira. Bentar, aku siap-siap dulu. Kamu mandi yang wangi, ya. Nanti aku jemput." Kak Viny lalu bangkit. "Iya, love you too." Aku pun langsung menutup pintu kamarnya agar tak diketahui olehnya. Dalam hatiku, aku sangat berterima kasih pada seorang Shani. Terima kasih karena telah memberikan kebahagiaan untuk kakakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lesson
FanfictionBasic idea from "The Lesson" (2016) movie by Rutt Platt A story duet with @Rabiurr and @Shion2 Warning a Mature Content - Violence Scene