23

6K 203 28
                                    

Vino masih terdiam menatap tak percaya pada layar monitor di sampingnya itu. Ekspresinya campur aduk dan Shani sangat menyukainya. Menurutnya wajah Vino terlihat sangat menggemaskan.

Vino masih benar-benar tak percaya bahwa Dyo bisa setega itu pada Nadse, dan yang lebih diluar dugaannya adalah perkelahian Dyo dan Gracio terjadi hanya karena seorang perempuan.

Lalu kini, Dyo yang masih mencium Nadse telah melepaskan ciumannya. Ia lalu menegakkan tubuhnya, tangannya mengusap dan mulai memainkan adik kecilnya sendiri.

"Lo mau apalagi, Yo?" Tanya Gracio frustasi.

Dyo tidak menjawabnya dan terus menggerakkan tangannya cepat maju dan mundur agar sang adik kecilnya kembali terbangun. Tangan satunya terangkat mengusap lembut kepala Nadse, sedikit jambakan darinya membuat kepala Nadse mendongak.

"Terakhir ya, Nads."

Dyo pun mengarahkan adik kecilnya ke mulut Nadse, tentu saja Nadse langsung menggeleng ke kanan dan ke kiri, berusaha melawan Dyo. Tetapi, hal itu malah membuat Dyo kesal, diremasnya kasar rambut Nadse agar gadis itu diam.

"S-Sssakit, Dyo! Sakit."

"Please, nurut makanya sama gue. Gue gak akan kasar, kalau lo diem."

Satu tangan Dyo membuka paksa mulut Nadse lalu ia pun langsung memasukkan adik kecilnya yang cukup besar itu. Kedua kaki Nadse bergerak liar, menendang-nendang udara saat milik Dyo telah masuk seluruhnya ke mulutnya.

"Ahhh, isep, Nads."

Nadse menggeleng kuat, yang membuat Dyo kembali menjambaknya.

"Isep gue bilang."

"Yo, cukup--"

"Diem, di situ." Ucap Dyo penuh penekanan pada setiap kata. "Atau gue bakal lakuin yang jauh lebih kasar dari ini."

Nadse memejamkan matanya, merasa ini mungkin balasan dari semua hal yang telah terjadi sebelumnya. Balasan akan tindakannya sendiri di masa lalu. Ulah dari perbuatan nakal serta sombongnya. Ia tidak hanya menolak Vino yang baik hati dan tulus mencintainya, Nadse juga selalu memperlakukan semua orang dengan buruk, dan kini ia telah kehilangan semuanya. Vino si baik hati, dan juga keperewanannya yang direbut Dyo dengan paksa serta waktu yang tak akan bisa kembali.

Air mata menetes bersamaan saat Nadse membuka matanya, ia kalah pada semuanya dan dengan terpaksa akhirnya menikmati apa yang telah terjadi. Lidahnya mulai bergerak, menjilati batang milik Dyo yang berada di mulutnya.

"Anjeng! Enak banget."

Dyo pun mulai menggerakkan pinggulnya saat merasakan Nadse mulai menghisap adik kecilnya. Gracio meneguk ludahnya dengan susah payah melihat Dyo yang keenakkan itu, dan bongkahan bokong Nadse yang tepat mengarah padanya sungguh menggoda.

Hati Gracio berdebat. Ia ingin merasakan kenikmatan yang Dyo rasakan juga, tetapi Nadse itu adalah temannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Lo kalau mau, sini lah. Enak banget asli," ucap Dyo sambil memejamkan matanya merasakan kenikmatannya.

Gracio terdiam melihat Dyo yang memaju-mundurkan tubuhnya seirama dengan Nadse yang menghisap adik kecilnya.

"Kapan lagi kita bisa ngerasain kayak gini, Cio? Udahlah, jangan sok suci lo!"

Gracio berdecak. Batinnya masih ragu.

"Tenang aja. Gue yang bakal tanggung jawab nantinya," ucap Dyo meyakinkan. "Ahhh, terusinhh Nadss," desah Dyo.

Gracio bangkit dari duduknya, dan berjalan perlahan mendekat ke belakang mereka tepat pada bokong Nadse.

Gracio dengan takut-takut memegang pinggang Nadse. Dengan perlahan, tangannya bergerak naik menuju payudara Nadse. Kemudian, diremas-remasnya payudara milik Nadse.

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang