18

4.4K 187 54
                                    

Nadse mengerjapkan matanya saat kesadarannya pulih karena seseorang menyiramnya, matanya langsung terbelalak ketika menyadari keadaan dirinya yang tertidur di atas sebuah ranjang dengan keadaan terikat.

"A-apa yang terjadi?! Le-lepasin!" Nadse pun langsung berteriak sambil berusaha melepaskan borgol di tangannya.

"Percuma Nadse. Kamu gak akan bisa melepaskannya."

Nadse langsung menoleh, mendapati Shani ke luar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan bra dan rok dinasnya.

"Bu-Bu Shani?!" Nadse nampak sangat terkejut. "Lo mau apa?!"

Shani melepaskan kaca matanya dan menaruhnya di atas nakas. Ia mengambil sebuah pisau di atas lemari dan memutar-mutarnya.

"Lo-lo mau apa?"

Shani terkekeuh melihat wajah ketakutan Nadse.

"Jangan gugup gitu dong, Nadse. Wajah kamu jadi jelek. Bu Guru hanya ingin sedikit bermain denganmu dulu, sebelum memberi hukuman." Ucap Shani dengan girang.

"Bermain? Hukuman?"

Shani mengangguk, kembali tersenyum mengerikan. "Ya, hukuman karena kamu berani menantangku. Kau salah menantang orang, Nadse."

"G-Gue udah minta maaf. Lagian-- ummhh!"

Mata Nadse terbelalak saat tiba-tiba Shani mencium bibirnya. Tidak hanya itu, Shani memaksa memasukan lidahnya ke dalam mulut Nadse.

Merasa Nadse menolaknya, Shani mengarahkan pisaunya ke leher muridnya itu. Semakin Nadse memberontak, pisau yang ditusukkan Shani semakin dalam. Jeritan Nadse pun tertahan, Shani menghentikan tusukannya saat Nadse akhirnya memberikannya akses. Dengan sangat teliti, Shani mengabsen gigi putih Nadse satu persatu.

"Eumhhh."

Shani melepaskan ciuman mereka saat ia membutuskan oksigen. Ia lalu menjilati bibirnya sendiri.

"Lipstick kamu manis. Merk apa kalau boleh tau? Aku ingin menggunakannya saat bercinta dengan Vino nanti." Shani berucap dengan malu-malu.

"Cuih!"

Bukannya mendapatkan jawaban, Shani justru dapatkan ludahan dari Nadse yang membuatnya naik pitam.

"Anak ini. Bener-bener, ya!"

Shani menaruh pisaunya lalu mengambil kain hitam dan menutupi mata Nadse dengan kasar. Ia lalu mengambil sebuah cambuk.

"Ini hukuman karena meludahiku."

Plak!! Plak!! Plak!!

Rintih dan teriak kesakitan Nadse sama sekali tidak dipedulikan Shani. Shani tetap saja memukuli Nadse hingga nafasnya sendiri jadi terengah-engah karena kelelahan.

Shani menghela nafasnya kasar. Ia lalu memperhatikan dengan seksama tubuh Nadse yang memerah dan dibanjiri keringat tersebut. Entah mengapa terlihat begitu seksi.

"Kamu tahu, Nadse? Kamu sangat seksi seperti ini."

Shani kembali mengambil pisaunya, "aku jadi penasaran seberapa mulus kulit dibalik seragam ini."

Shani lalu duduk di atas perut Nadse, mengarahkan pisaunya ke lesung pipitnya lalu turun ke dada dan berhenti di perut.

"A-apa yang mau lo lakuin?"

Shani hanya tertawa sarkas lalu dengan sekali sayatan ia merobek kancing-kancing seragam Nadse. Hanya menyisahkan satu kancing yang paling atas.

Tangan Shani yang menganggur mulai mengusap-usap perut rata Nadse dan perlahan naik ke dada muridnya itu.

The LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang