Livia's Diary | Accidentally In Love

3.9K 63 0
                                    

Setelah melihat Sandi yang berdarah-darah kakinya dulu itu, entah mengapa perasaanku justru menjadi semakin terikat akan keberadaan Sandi.

Perlahan namun pasti, aku mulai sangat menikmati moment-moment saat sedang kuliah mikro.

Makul itu bahkan tanpa sadar menjadi makul favoritku. Hehehe. Tujuanku hanya satu, yah selaen untuk lulus tentunya. Aku hanya ingin di tatap dan diperhatikan oleh Sandi.

Pria yang tadinya seakan tidak terlihat olehku, kini keberadaannya dengan singkat justru menjadi sangat besar di hatiku, memenuhi hampir seluruh ruang pikiranku.

Apa aku tanpa sadar jadi jatuh hati ya ama si Sandi. Bahkan waktu dulu aku masih bodoh dan polos, waktu lagi pacaran sama Gunawan, mantanku saat di SMA pun, aku tidak pernah merasakan debar jantung seperti ini, seperti saat aku ditatap oleh kelembutan dan kehangatan mata Sandi. Tatapannya itu bagaikan membiusku sehingga membuatku tidak ingin berpaling lagi.

Entah bagaimana caranya, aku menjadi sangat bahagia setiap Sandi menatapku. Bahkan terkadang pikiran liarku berharap Sandi segera datang mendekatiku, hanya untuk sekedar mengajak jalan atau makan bersama sebagai awalnya.

Namun penantian itu tak kunjung datang juga, bahkan hingga kami lulus makul ini.

Jujur aku geregetan sekali ama si Sandi ini. Ughhh...kalo suka ya ayo dong nembak aku. Aku selalu ngedumel dalam hati. Hihihi...ihhh kok malah jadi aku yang ngarepdotcom sih...hehehe.

Biasanya aku ngarep cowok-cowok yang nembak aku pada menjauh, tapi kali ini aku malah berharap ditembak oleh cowok. Ihhh...aku jadi malu sendiri...Hihihi.

Sejak UAS, sayangnya aku tidak pernah lagi bertemu Sandi. Bahkan hingga masuk semester baru, dimana aku sangat berharap minimal ada 1 makul yang bareng sama dia.

Ternyata harapan hanya tinggal sebuah angan-angan. Aku tidak pernah bertemu dengan Sandi lagi.

Ugghh...harusnya aku sempet tukeran pin BB sebelumnya. Terkadang aku menyesali diri sendiri, karena aku hanya terus menunggu dan berharap Sandi mau maju mendekatiku.

Tapi aku juga malu bila harus menjadi pihak yang mendekatinya lebih dulu. Apa kata dunia. Hihihi...ihhh sebel..sebel..sebel. Sandi emang nyebelin banget.

Tapi ngangenin matanya...haaaahhhh.

Sebenarnya aku bisa saja bertanya kepada Selly, tapi pasti langsung jadi gosip deh.

Di kamar kos bila sedang tidak ada latihan atau kegiatan, aku terkadang suka sebel-sebelan sendiri kalo mikirin aku gak pernah lagi ketemu tatapannya si Sandi.

Kalo uda gitu, guling lah yang menjadi sasaranku...hehehe...maaf ya gulingku yang manis.

Hingga akhirnya aku mulai turun gunung, aku mulai mencari-cari keberadaan Sandi, tapi tanpa bertanya kepada siapapun.

Kadang aku berputar-putar di tiap kelas, di tiap lantai. Atau bahkan aku sampai mengitari isi perpustakaan. Berharap siapa tau ketemu.

Area kantin juga tentu saja yang paling sering aku ubek-ubek. Namun Sandi bagaikan hilang di telan bumi.

Seminggu, dua minggu, hingga hampir sebulan, aku kayaknya sudah menjadi terobsesi dengan keberadaan Sandi.

Lama-lama aku bisa gila kalau terus memikirkan masalah si Sandi. Bisa jadi di Sandi malah udah punya cewek. Tapi setidaknya ada kejelasan untukku.

Aku menjadi kurang bergairah, bahkan dalam hal bermusik, sedikit banyak mempengaruhi semangat bernyanyiku.

"Ayo Liv yang semangat dikit...keluarkan semangat Liviaaaa." teriak Aryo berusaha membangkitkan semangatku.

Senandung Sang Diva (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang