Gilang's Atonement | My Atonement

3.6K 58 0
                                    

Sebulan sudah berlalu sejak Annisa menyerahkan segalanya ke gue. Hubungan gue dengan Annisa menjadi semakin lengket.

Terkadang Sandi dan Robi meledek gue bahwa gue terlihat mati gaya kalo uda di depan Annisa. Well, they really got the point indeed. Gue bener-bener mati gaya di depan Annisa sekarang. Pikir gue.

Hubungan gue dengan wanita lain pun masih berjalan dengan normal, walau gue sudah mulai mengurangi intensitas gue dengan mereka. Kadang gue suka susah membagi waktu ML dengan mereka.

Perlahan gue mulai mengurangi waktu gue bersama mereka, dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Annisa. Karena buat gue saat ini bersama Annisa adalah kebahagiaan, bukan hanya nafsu semata. Walau sudah mulai tidak terhitung berapa kali sperma gue muncrat di atas tubuh Annisa sekarang. Dimanapun ada tempat memadai, kami langsung bertempur birahi. Annisa pun semakin telaten dalam menyayangi gue.

Gue bahkan sudah berhasil untuk memutuskan hubungan gue dengan Yanti, karena Yanti pun ingin lebih serius ke cowoknya. Well, it's good for me.

But, gue yang awalnya mengira bahwa segala sesuatunya berjalan dengan mulus, namun satu kejadian pahit telah menyadarkan gue tentang arti sebenarnya seorang Annisa buat gue. Ia sangat berarti, namun gue terlambat untuk menyadari seberapa berartinya Annisa di dalam hidup gue.

Kejadiannya itu hari minggu. Saat itu gue sedang hang out bersama sobat gue Sandi dan Robi, kami nongkrong di sebuah cafe langganan kami. Seperti biasa kami memesan tempat yang agak pojok yang terhalang tembok dari pintu masuk. Gue kemudian mendapat telepon dari Santi. Dia lagi bete katanya. Dan akhirnya Santi pun menyusul kami.

Annisa tau kemana biasa kami pergi nongkrong. Yah walau dia tau, gue berpikir dia tidak akan pernah bisa datang, karena tiap hari Minggu adalah hari nya dia membantu ibunya. Hal itu udah berlangsung selama bertaun-taun, jadi gue gak pernah berpikir bahwa Nisa akan bisa joint bareng kami jika hari Minggu.

Gue pun bercanda mesra dengan Santi saat dia berada di pangkuan gue, sambil di tertawakan oleh Sandi dan Robi. Bahkan sesekali gue melumat bibirnya, dan terkadang sedikit meremas pelan payudara Santi di depan mereka. Dan Santi pun tidak merasa malu diperlakukan seperti itu, karena sudah mengenal dekat Sandi dan juga Robi. Sementara mereka hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kami.

Dan pada satu waktu saat gue sedang melumat bibir Santi, gue sempat melihat wajah kaku yang terkejut dari kedua sahabat gue, memandang ke arah depan mereka, atau ke arah kanan gue. Dan gue pun yang menjadi penasaran, melihat juga ke arah pandangan mata mereka.

DEGGG! Jantung gue bagaikan berhenti mendadak saat gue melihat Annisa dengan Jilbab putihnya, dan jaket bolero berwarna senada sedang menatap terkejut ke arah gue. Air matanya gue lihat sudah mulai mengalir deras.

Santi yang tidak menyadari kehadiran Nisa terus mencoba melumat bibir gue, sambil mengarahkan tangan gue ke arah payudaranya. Hingga Santi berhenti karena menyadari gue yang terdiam kaku menatap ke arah belakangnya. Santi pun berputar ke belakang.

"Ya Allahh, Nisaa!" pekik Santi saat ia melihat Nisa, teman satu sekolahnya sedang berdiri dan menangis.

Annisa kemudian menunduk dan tubuhnya bergetar keras sambil kedua tangannya memegangi kepalanya.

"Nisss.." gue yang speechless, benar-benar tidak tau harus berkata apa.

"AAAAAAAHHHHHHHHHHHH!" Annisa tiba-tiba menjerit keras mengeluarkan segala emosinya, yang benar-benar mengejutkan semua pengunjung yang ada di cafe ini.

"MASIH KURAANGGG LANGG??? MASIH KURANG PENGORBANAN AKU??" teriaknya sambil terus memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.

"APA SALAHH AKU LANG?? KENAPA KAMU TEGA BANGET LANNGG?" Annisa berteriak-teriak, sementara orang-orang yang terkejut tidak tau harus berbuat apa.

Senandung Sang Diva (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang