14.01 | Missing

3.2K 66 0
                                    

POV - Livia

Aku tidak pernah melihat Sandi lagi sejak momen mengerikan minggu lalu. Aku gak tau gimana cara Sandi pulang dari Anyer. Aku bahkan tidak bisa menghubungi Sandi sama sekali dengan cara apapun yang telah kucoba.

Di kosan pun tidak terlihat tanda-tanda Sandi telah kembali ke kosan nya. Bahkan saat kuliah semester baru sudah dimulai, Sandi tetap tidak terlihat.

Bahkan para sahabatnya Gilang dan Robi pun cukup kuatir dengan menghilangnya Sandi. Terlihat jelas mereka menyalahkanku atas menghilangnya Sandi.

Aku menerimanya dengan senang hati segala kemarahan mereka, setidaknya aku memang pantas mendapatkannya, begitu yang kupikir.

Aku bahkan belum sempat menanyakan ke papa ku, apakah yang dikatakan Gunawan itu benar atau tidak. Tapi saat ini, hal itu bukan masalah terpenting buatku. Pertama, aku ingin bertemu Sandi secepat mungkin dan menjelaskan semuanya. Supaya segala kesalahpahaman ini segera berakhir.

Aku terus mencari dimanapun tempat yang biasa Sandi datangi, aku tidak tau alamat rumah orang tua Sandi. Namun menurut Selly, Robi pernah menanyakan keberadaan Sandi, bahkan orang tuanya pun tidak mengetahui kemana perginya Sandi, dan menurut Selly, Robi tidak mau terlalu jauh menanyakan kepada orang tua Sandi, takut mereka menjadi kuatir saat mengetahui anaknya seolah menghilang dari muka Bumi.

"Sandii sayang...aku minta maaaf...plisss jangan tinggalin akuuu..." seruku dalam tangisku.

Setiap hari, aku selalu datang ke kosan Sandi dan berusaha membersihkan kamarnya di saat tuannya tidak ada, dan disaat aku tidak ada kegiatan aku selalu mengurung diriku di kamar sambil menangis di pojok tempat tidur.

Latihan band Medussa pun menjadi terbengkalai. Aku sungguh tidak enak terhadap Andre dan Andi, tapi mereka seperti mengerti kesulitan yang sedang kuhadapi. Dan aku sangat berterima kasih atas pengertian mereka. Sungguh.

Dan menurut mereka, keceriaan yang hilang dari seorang Livia saat ini, sangat mempengaruhi kualitas lagu yang kunyanyikan beberapa waktu lalu.

Aku tidak tau harus mencari Sandi kemana lagi...aku tidak tau harus bagaimana lagi, selain hanya bisa menantikan kepulangan Sandi, sehingga aku bisa menjelaskan semuanya kepada Sandi. Aku hanya bisa menangis dan terus menangis menyesali semua kebodohanku.

Andai saat Gunawan mao mencium bibirku, aku bisa segera menghindar, semua ini tidak akan pernah terjadi. Aku benci Gunawan, tapi aku lebih benci akan kebodohan dan kenaifanku sendiri.

Hanya Selly dan Merry yang terus berusaha datang ke kosanku untuk menemaniku dan menghiburku. Mungkin mereka kuatir aku bakal nekat.

Yah...mungkin saja...karena buat aku, saat ini benar-benar ngerasa gak nyaman gak ada Sandi di sisi aku. Aku sudah benar-benar kecanduan akan kasih sayang dan ketulusan Sandi walau baru sesaat kujalani bersamanya.

Sampai aku bisa memperoleh kembali semua cinta kasih yang membuatku ketagihan ini, aku merasa tidak akan pernah bisa tersenyum lagi seperti Livia yang dulu. Kali ini aku seakan tidak sanggup lagi hanya sekedar untuk berpura-pura tersenyum.

"Kamu dimana sih sayaaanng...aku kangen kamuuu...hik..hik..hik." Aku terus menangisi kesendirianku.

***

POV - Author

"Kampret...si geblek ngilang kemana sih." gerutu Robi saat mereka sedang berbaring di apartemen Selly.

"Yah aku uda bilang kan ke kamu waktu itu...ini lah yang aku takutkan bakal terjadi yank." ujar Selly.

"Kan aku bilang saat aku melihat mereka begitu di mabuk asmara, mereka akan seperti orang gila saat ada kejadian yang membuat mereka pisah kayak sekarang." lanjut Selly.

Senandung Sang Diva (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang