Gilang's Atonement | Bad Boys For Life & My All

4.4K 66 0
                                    

"Aaaahhhhh....Gilaaaannngggg...pelan-pelaaaannnn." seru seorang gadis cantik yang mengenakan seragam SMA dengan jilbab yang menutupi kepalanya.

Motor yang gue kendarai memang gue pacu dengan cepat. Gue merasa bagaikan sedang terbang bebas apabila sedang ngebut dengan Kawasaki Ninja gue ini.

Gadis cantik yang lagi panik ini, namanya Annisa. Dia cewek gue. Yah, salah satu cewek gue maksud gue. But at least, she's the only girl I've ever called as my officially girlfriend.

Annisa orangnya baik banget, dan ngelonin banget. Dia selalu berusaha nerima sifat urakan gue. That's what I adore from her so much. Dia gak pernah sedikit pun nge-judge gue tiap gue melakukan kesalahan, bahkan dia dengan sabar berusaha menasehati gue.

Jujur, gue paling gak suka yang namanya di nasehatin. But, with her...hmm...I don't know, I just can't do anything when she was giving me her speech.

"Hehehe...bentar lagi nyampe kok Nis. Kasian si Sandi ama si Robi uda kelamaan nungguu." teriak gue ke belakang, agar Annisa bisa mendengar gue.

Pelukan Annisa pun semakin erat. Wajahnya dia tundukan di belakang badan gue.

Dan tidak lama kemudian, akhirnya kami tiba di sebuah mall, tempat dimana Sandi dan Robi sudah menunggu kami.

"Yoo sob...what's up my men." seru gue sambil menepuk pundak Sandi.

Robi dan Sandi, the only two person in the world, that I could trust my life with.

Kami bertiga mulai bersama saat kami mengikuti eks-kul pencak silat di sekolah kami sejak kelas 1. Sebenarnya kami masing-masing bertiga sudah pernah berlatih ilmu silat sejak SMP, Sandi bahkan sejak SD. Sehingga karena keahlian kami bertiga yang cukup di atas rata-rata, akhirnya guru di sekolah kami, mengajak kami untuk lebih mendalami ilmu pencak silat di tempat guru besarnya dia.

Sejak itu lah, kami bertiga selalu bersama dalam kerasnya latihan untuk menempa diri kami hingga gue yakin kami sudah menjadi pribadi yang cukup tangguh. Sandi bahkan berhasil menjadi juara 1 pencak silat sepropinsi. Gue dan Robi gak ikut pertandingan, karena gue lebih milih bermesraan dengan seorang wanita, sementara Robi tidak tertarik dengan perlombaan seperti itu.

Namun persahabatan kami tidak pernah terpisahkan sejak saat itu. Dan sejak latihan keras itu, kami bukan lagi teman, bukan lagi sekedar sahabat, kami adalah keluarga sejati.

"Weleh...si tukang ngaret baru nongol. Abis ganti oli lagi lu brur?" tanya Robi sambil cengengesan.

"Wahaha..taik luh...ada si Nisa nih brur." seru gue, sementara Annisa hanya tersenyum malau-malu mendengar candaan kami.

Malam ini adalah malam minggu. Gue dan Nisa sering menghabiskan waktu kami bersama Robi dan Sandi. Jika ingin pergi berduaan, justru biasa kami lakukan setelah pulang sekolah.

Gue cuma bisa ngajak Nisa hang out saat agak bebas hanya pada malam minggu saja. Untuk hari minggu, dia udah full buat keluarganya.

But that's not a problem for me. It is just too great instead. Hari minggu gue bisa hang out dengan Myrna, ato Santi, ato Yanti. You name it lah. Hari minggu adalah hari dimana gue menjadi...Bad boys.

***

Pukul 10 malam, gue sudah berada di depan rumah Annisa lagi. Jam 10 adalah batas toleransi yang diberikan bokapnya ke gue buat ngajak Annisa jalan.

"Kamu ati-ati yah di jalan yank." ujar Annisa dengan lembut ke gue.

Gue hanya mengangguk sambil tersenyum saja. Kemudian gue menarik dagunya dan mulai mengecup bibirnya perlahan dan menghayati.

Senandung Sang Diva (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang