Part 26

209 11 0
                                    

Happy reading^^

***

Sungguh suasana ini sama sekali tidak diharapkan oleh gibran, bagaimana bisa dia sedang bersama sharen dan tiba tiba vanesha muncul dihadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Entah sejak kapan gadis itu berada dengan posisi seperti itu berdiri dengan sorot mata yang argh sungguh tidak bisa dikatakan, yang terlihat hanya keterkejutannya.

Gibran dan vanesha terus saling menatap tanpa ada yang bertindak berbicara atau lainnya.

"Bran, lanjutin dong suapinnya" rengek sharen.

"Eh?"

"Lanjutin makannya kita" gibran masih tetep berdiam menatap vanesha.

Vanesha yang mendengar itu hatinya tersayat, tidak, tidak mungkin mereka hanya teman lama tolaknya menguatkan.

"Sha, sini deh" ujar reno

"Eh? Ya kak" vanesha menghampiri reno.

"Sini kamu duduk" reno berpindah tempat disebelah adel.

Vanesha masih diam tidak beranjak.

"Sini duduk" ujar gibran menarik tangan vanesha secara halus. Vanesha tak menolak tapi dia tetap diam.

Suasana menjadi lebih mencekam, bagaimana bisa gibran diapit sharen dan vanesha begini. Dafa dan reno sengaja.

"Sha, lo mau makan? Gue pesenin" tawar dea.

Vanesha menggeleng

Tiba tiba terlintas ide di pikiran reno. Reno segera mengechat dafa, dea dan adel. Kemudian mereka tersenyum dan memulai aksinya.

"Sha" panggil adel yang memulai permainan ini. Vanesha menatap adel.

"Kamu tadi tidak keluar kelas apa karena cowok kelas sebelah yang suka sama kamu itu"

"Nah ya iya sha, bukannya ridwan selalu ngejar ngejar lo ya" tambah dea, sejujurnya dea hanya mengarang nama saja, entahlah ada apa tidak nama ridwan dikelas sebelah.

Gibran yang mendengar terus menatap vanesha, memastikan ucapan dea dan adel benar atau tidaknya. Tapi yang dia dapat hanya muka pasrah vanesha. Dafa semakin gencar ingin melihat gimana reaksi gibran jika vanesha direbut orang lain pasalnya sekarang raut wajah gibran seperti mengintimidasi vanesha. Kalau gibran kembali dengan masa lalunya berarti sahabatnya memang bodoh gak pantas disebut siswa terpintar.

"Wah lo punya saingan nih gib" cetus dafa. Gibran menatap dafa tajam.

"Denger denger si siapa tadi beb namanya?" Tanya reno ke adel.

"Ridwan"

"Nah ya ridwan, ganteng pinter juga kan ya. Beh cocoklah sama vanesha yang cantik, pinter apalagi, gausah diragukan ya gak daf"

"Betol, gibran mah gaada apa apanya ye kan"

Vanesha hanya menjadi pendengar setia.

"Sha jangan diam mulu, ntar lo jadi beneran suka noh sama sih ridwan. Kebanyakan melamunin dia" ujar dea menggoda vanesha sambil ketawa.

Gibran mengepalkan tangannya dan sharen mendengarkan dan menyandarkan kepalanya dibahu gibran.

"Bran, kok aku gak dikenalin sama sebelah kamu dan dua cewek didepan kita"

"Gaperluh" ketus dea.

"Gasudi gue" lanjutnya

Gibran mendengar nada ketus dea tiba tiba  "apaan sih lo de, sharen minta kenalan doang lo nolak. Dih sombong banget"

Vanesha mendengar nada bicara gibran yang seperti membela mendongak.

"Gausah kenalan sama dia dah shar, ini yang disebelah reno adel pacarnya reno. Dan-"

"Kenalin, vanesha panggil aja shasa sahabat adel. Dia dea sahabat gue dan adel" Ucap vanesha dengan tersenyum.

Gibran yang mendengar vanesha memotong ucapannya jadi keringat dingin takut takut ada kegaduan yang terjadi diantara sharen dan vanesha. Sedangkan dea tersenyum kecut melihat sok kuatnya vanesha.

Gue tau lo mau nangis kan sha, batin dea.

"Gue sharen, mantan, eh gak juga bisa dibilang bukan sih kita belum putus ya gak bran"

Duuaaar

Seperti ada yang menghantam batu, hati vanesha sakit rasanya.

Gibran melihat vanesha diam, pengen meluk rasanya.

Vanesha mengerti sudah kenapa sikap gibran begini dan kenapa reno menyuruhnya datang agar dia tau sendiri.

"Sha nanti kita jalan yuk bareng bareng sekalian ajak si ridwan ridwan itu" ajak reno

"Setuju" kompak dea dan adel.

"Kalau pacar gue ikut ya gue ikut dong" ujar dafa.

"Oke nanti sepulang sekolah oke" putus reno.

"Kak gue gak bisa" tolak vanesha

"Kenapa?"

Bukan, pertanyaan ini bukan dari reno tapi orang yang sedari tadi diam.

Vanesha tidak menjawab. Gibran ingin bertanya lagi tapi

"Bran aku haus pengen jus"

"Bran kok kamu diem terus, emang kamu gak kangen aku?"

"Aku sebe-"

Ucapan gibran terpotong "gue pamit duluan ya"

Vanesha berujar tanpa menunggu jawaban, dia melenggang pergi. Dia tidak mau mendengar apa yang akan diucapkan gibran.

Sungguh ini lebih menyakitkan ketika disakiti oleh Adit.

Vanesha menangis ditoilet seperti biasa yang dia lakukan dulu. Tetapi bedanya dulu gibran yang selalu ada disampingnya menghapus airmatanya jadi sandarannya.

Sekarang tidak ada gibran yang ingin dia jadikan sandaran ketika dia sedang menangis tidak ada gibran yang menghapus airmatanya tidak ada gibran yang menenangkannya.

Dikantin keempat orang disana sedang menatap gibran dengan sorot mata yang ingin menggeluti.

"Lo gila ya kak" teriak dea.

"De, udah biarin mending kamu samper shasa" dafa menenangkan dea.

"Aku pikir kakak itu patut dijadikan panutan buat cowok cowok brengsek seperti adit, buat ngilangin luka yang pernah adit berikan tapi ternyata kakak itu lebih brengsek dari pada adit" adel yang notabene anak yang selalu menjaga ucapannya sekarang tidak bisa karena tersulut amarah.

Ucapan adel mampuh memberhentikan kegiatan sharen dan gibran yang sedang enak enaknya berbincang melepas rindu mungkin.

"Udah ya, sana kamu sama dea susulin shasa" reno menatap adel

Adel dan dea berdiri "biar gue saja yang susulin" tukas gibran tegas dan langsung ngibrit.

***

Maturnuhun yang masih membaca cerita ini

KJ😘

GibraNeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang