Sepulang sekolah, Vanesa memutuskan untuk ke kafe dulu. Hitung-hitung merayakan selesainya masalah yang sempat membuatnya pusing dan sangat cemas itu.
Setiba di kafe, entah kebetulan atau tidak, Angel dan teman-temannya sedang nongkrong di sana. Vanesa mengambil tempat duduk tak jauh dari Angel, lalu melambaikan tangan memanggil seorang waiters.
"Selamat sore, Mbak Vanesa, pesen Oreo Milkshake seperti biasa?" sapa sang waiters.
Seperti dugaan, semua pelayan di sini sudah tahu dengan pesanannnya. Vanesa tersenyum dan mengangguk.
"Oke, pesanan segera siap." Sang waiters pun berbalik untuk mengantar pesanan ke meja tender.
"Ngel, entar malem pesta ulang tahun lo jadi, 'kan?" Vanesa mendengar salah satu teman Angel berbicara.
"Jadilah. Jangan lupa, dress code-nya biru-putih, oke?" balas Angel.
"Siap."
"Girls, cabut yuk, gue mau ke salon, supaya bisa cantik maksimal entar malem," lanjut Angel.
"Kuy."
Vanesa menatap punggung Angel yang menghilang di balik pintu. Sebenarnya, jauh di lubuk hati terdalamnya dia merasa rindu dengan kembarannya itu.
Vanesa menghela napas lelah. Merasa tak kuat lagi menghadapi hidupnya ini. Kenapa orang-orang yang ia sayangi tidak peduli terhadap dirinya?
Tepukan dari seseorang di pundak menyadarkan Vanesa dari lamunan. Gadis itu menoleh ke belakang. "Kak Ika, ngagetin aja." ternyata orang tersebut adalah Kak Veronika, tangan kanan Vanesa sekaligus orang yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri.
"Gue liatin lo dari tadi murung terus. Senyum dong. Mana Vanesa yang gue kenal?" Veronika mencoba untuk menghibur Vanesa.
Veronika memang sudah tahu semua tentang masalah yang Vanesa hadapi. Ketika mereka pertama kali bertemu adalah ketika Veronika dikenalkan oleh temannya yang juga merupakan sepupu Vanesa. Keduanya langsung akrab, padahal Vanesa jenis orang yang canggung dengan kehadiran orang baru. Mulai dari sanalah, Vanesa merasa kalau Veronika bisa dipercaya dan mulai menceritakan semua keluh kesahnya.
"Oh iya, selamat ulang tahun. Mungkin terlalu cepet, sih, karena ulang tahun lo baru besok, hehe."
Vanesa tersenyum kecut. "Iya, Kak, makasih." Bahkan untuk sekedar tersenyum saja rasanya tak mengenakkan. Mood-nya sekarang benar-benar hancur.
"Betewe, gak perlu kasih-kasih kado, 'kan? Gue lagi kanker nih. Kantong kering. Hehe." Veronika masih mencoba memancing Vanesa hanya untuk sekedar tertawa meskipun tahu leluconnya sangat garing dan mungkin sia-sia.
"Iya." Lagi-lagi hanya kata singkat yang keluar dari mulut Vanesa. "Em ..., Kak, gue pamit pulang dulu ya, nanti laporan keuangan bulan ini tolong kirim lewat email aja." Vanesa bangkit berdiri dan segera keluar dari kafe.
"Eh, eh, bentar dulu." Belum sempat Veronika selesai bicara, Vanesa sudah hilang keburu pergi. "Gue tahu lo orang yang sangat kuat, Dek," lirih Veronika sambil menatap punggung Vanesa sendu.
Fina, salah satu pelayan kafe, menghampiri meja yang diduduki Vanesa tadi sambil membawa segelas Oreo Milkshake.
"Loh, si Bos ke mana?" tanya Fina bingung.
"Tadi pamit pulang, katanya ada urusan mendadak, minumannya buat lo aja."
"Oh ... ya udah. Mantap." Fina berbalik menuju meja tender dengan muka semringah. Lumayan, minuman gratis.
***
Sesampainya di rumah, Vanesa disuguhkan pemandangan yang makin membuat hatinya teriris.
Ruang tamu kini telah disulap menjadi tempat pesta yang mewah dan glamor. Seluruh sudut sudah dihiasi oleh dekor berwarna biru-putih dan bermacam-macam lampu kristal yang menguarkan elegansi.
Para pelayan sibuk menyajikan makanan, mulai dari hidangan pembuka hingga makanan pencuci mulut. Hal yang makin membuat dada Vanesa bergemuruh adalah kehadiran sebuah kue tar besar yang ditulisi simbol huruf 'A' yang bermakna Angel yang berada tak jauh di depannya.
Vanesa berlari menaiki tangga untuk menuju kamar. Gadis itu menghempaskan badan ke ranjang king size-nya, meraih boneka, menangis, lagi. "Kalian bener bener lupa sama Vanesa." Isakan Vanesa makin menjadi-jadi. "Kalian tega, Vanesa juga ulang tahun."
Tok! Tok! Tok!
Tiga ketukan terdengar, disusul oleh suara yang sangat Vanesa kenal. "Non Vanesa, ini Bibi, Bibi boleh masuk?" .
"Masuk, Bi" seru Vanesa dengan suara serak.
Bi Sari melangkah mendekati Vanesa dan duduk di pinggiran kasur. "Non, jangan nangis. Non tunjukin ke semua orang bahwa Non Vanesa itu orang yang kuat," ucap Bi Sari lembut sambil mengelus kepala Vanesa.
Bi Sari sudah menganggap Vanesa sebagai anaknya sendiri. Beliau sudah bekerja dengan keluarga Caronez sejak Viko masih bayi. Bi Sari selalu berusaha menyemangati Vanesa karena beliau tidak tahu berbuat apa mengenai sikap semua majikan-majikannya yang berubah dingin terhadap Vanesa.
"Mereka jahat, Bi," lirih Vanesa.
"Non yang sabar ya. Bibi keluar dulu, takutnya dicariin Nyonya."
"Maksih ya, Bi, udah selalu ada buat Vanesa." Vanesa memeluk Bi Sari.
Bi Sari membalas pelukan Vanesa dan mengelus rambut gadis itu penuh kasih sayang. "Sama-sama, Non." Setelahnya, Bi Sari melangkah keluar dari kamar.
Vanesa berdiri dan menuju ke lemari di sebelah meja belajar. Tepat di pintu lemari terdapat sebuah tulisan, yakni ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd ✔
Подростковая литератураJika kamu berkomitmen mencintai orang yang tak peduli terhadap rasamu, maka konsekuensi yang akan kamu dapatkan adalah sakit hati berkali kali -Anisarumw8- #2 dalam Teenfiction (13/11/2018) #3 dalam Fiksi Remaja (21/10/2018) #1 dalam Fake Nerd (30...