Chapter 4

170K 8.4K 345
                                    

Persahabatan tidak dilihat dari seberapa lamanya dia berada disampingmu, atau seberapa sering dia membantumu. Tetapi lihatlah seberapa besar pengorbanan yang dia lakukan untukmu.

-Fake Nerd-

***

Pagi hari yang cerah mengawali hari Vanesa dengan semangat untuk kembali sekolah.

Kali ini Nesa datang lebih awal—jam masih menunjukkan pukul 06.15 pagi. Vanesa sudah duduk dengan manis di bangku kelas yang pastinya masih sangat sepi.

Vanesa mengeluarkan novel yang kemarin baru dibelinya saat pulang sekolah.

Tak terasa, suasana kelas makin ramai. Sekarang sudah jam 06.57. Bel masuk akan berbunyi tiga menit lagi.

Pelajaran pertama diawali dengan mata pelajaran Matematika. Penghuni kelas menyimak dengan ogah-ogahan. Bayangkan saja, pagi-pagi sudah harus menghitung angka dengan rumus super rumit.

Untungnya guru yang mengajar terbilang santai. Bu Ratna namanya. Wanita itu sering melontarkan candaan garing untuk mencairkan suasana, tapi tetap menghibur.

"Ketua Kelas, siapkan." Seperti biasa, sang guru menyuruh si ketua kelas untuk mengomando kawan-kawannya dan bersiap berdoa sebelum pelajaran dimulai.

Setelah memanjatkan doa sesuai kepercayaan masing-masing dan menjadikan kelas sebentar hening, Bu Ratna pun memulai pelajaran dengan sapaan hangat. "Selamat pagi."

"Pagi, Bu."

"Baiklah, kebetulan hari ini kita kedatangan murid baru. Silakan masuk, Diva."

"Hai, kenalin nama gue Diva Aprillia, kalian bisa panggil gue Diva, gue pindahan dari Bandung." Dengan penuh semangat Diva memperkenalkan diri, berharap agar lingkungan baru ini mau menerimanya dengan baik.

"Hai, Diva, minta ID Line-nya dong," celetuk Aldo yang sifat playboy-nya sudah mendarah daging. Tingkah narsis dan tak tahu malu seakan-akan sudah jadi sifat normalnya sehari-hari.

"Hu ... mulai," sorak satu kelas.

"Woi, Do, tobat lo, muka kagak seberapa, tapi gaya selangit," seru si Mamat yang punya julukan Preman Cakrawala. Hobinya ngajak berantem anak jurusan IPA dan suka bolos ketika pelajaran Agama, katanya sih tak tahan mendengar Pak Muhidin ceramah.

Mamat itu murid kesayangan Bu Titik alias guru BK SMA Cakrawala. Bagaimana tidak? Tiada hari yang dia lalui tanpa masuk ruang konseling, mungkin namanya sekarang sudah mendapat tempat khusus di jurnal Bu Titik.

Kenapa sampai sekarang Mamat tidak dikeluarkan dari sekolah? Karena bakal sangat disayangkan. Meski punya koleksi catatan kenakalan terbanyak di SMA Cakrawala dan sama sekali enggak punya prestasi akademik, Mamat punya pencapaian luar biasa di bidang nonakademik, terutama olahraga. Bahkan lelaki itu pernah menyabet gelar di kejuaraan nasional.

"Iri bilang, Bos." Aldo tak terima.

"Bangsat," umpat Mamat pelan.

Kelas yang tadinya kondusif kini mulai bising oleh berbagai celotehan yang saling bersahutan.

Bu Ratna yang mulai muak segera menggebrak meja, kelas seketika hening. "Diva, silakan duduk disamping Vanesa. Vanesa, bisa angkat tangannya?"

Vanesa mengangkat tangan kanan dengan patuh.

Diva tersenyum manis dan berjalan menuju meja Vanesa.

"Div, nanti ke kantin bareng ya," seru Aldo.

"Aldo! Kalo kamu masih ribut, lebih baik keluar dan tidak usah mengikuti pelajaran Ibu." Bu Ratna Geram atas tingkah Aldo, bisa-bisa tekanan darahnya jadi naik.

Fake Nerd ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang