Chapter 19

150K 7.2K 447
                                    

Entahlah, aku sendiri masih bingung. Jika aku melepasmu separuh dalam diriku hilang, namun jika aku terus menggenggam mu itu artinya kau akan terus terluka.

-Fake Nerd-

***

Vanesa yang masih termenung dikagetkan oleh seseorang yang tiba-tiba datang.

"Nes, lo gak apa-apa, 'kan? Kok lo bisa pingsan? Lo pasti telat makan, 'kan? Lo tuh punya penyakit mag, nanti kalo tambah parah gimana?" ucap Diva dengan nada penuh kekhawatiran.

Vanesa tersenyum. Dia merasa senang mempunyai sahabat seperti Diva yang selalu ada dan senantiasa menasihatinya—meskipun kadang terlalu berlebihan dan membuat Vanesa jengkel. "Gue gak apa-apa kok, cuma telat makan aja," lirih Vanesa.

"Gitu lo bilang 'cuma'? Ck, gue gak mau ya kalo ini sampe terulang lagi?" tanya Diva kesal.

"Iya, iya. Eh, betewe, kok lo bisa di sini? Bukannya lagi pelajaran ya? Terus kok lo tau gue pingsan?"

Diva menunjukan cengiran polos. "Hehe, tadi gue izin ke toilet. Soal lo yang pingsan sih semuanya udah tahu. Si Veno yang ngegendong lo dari lapangan sampe ke sini, tadi heboh banget, tau gak?"

"What? Gue digendong Raveno?" Vanesa tak habis pikir bagaimana keadaan dirinya nanti. Pasti fans Raveno akan serempak menyerangnya.

"Biasa aja kali."

"Ya udah, lo ngapain masih di sini? Nanti guru nyariin, masa ke toilet lama banget."

"Yaelah malah ngusir. Ya udah, gue balik dulu ya. Entar jam istirahat gue ke sini lagi."

Setelah kepergian Diva, Vanesa memukuli kepalanya sendiri. Bodoh, bodoh. Ck, bodoh banget sih gue pake acara pingsan. Raveno juga ngapain nolongin gue? Siap-siap deh kena bully, rutuk Vanesa dalam hati.

Tiba-tiba tangan Vanesa dipegang oleh seseorang. "Kenapa mukul-mukul kepala?"

Jantung Vanesa seperti berhenti berdetak saat tahu orang yang menggenggam tangannya adalah Raveno. Dengan cepat Vanesa menarik tangannya.

"Makan," perintah Raveno sambil menyerahkan semangkuk bubur.

Vanesa mengerutkan dahi bingung. Maksudnya apa? Jadi tadi Raveno pergi ke kantin untuk beli bubur buat Vanesa?

Karena gemas dengan wajah polos Vanesa yang masih kebingungan, Raveno mulai berinisiatif menyendok bubur itu dan memberikannya kepada Vanesa. "Buka," titahnya.

Vanesa membuka mulut dengan patuh dan menerima suapan dari Raveno. Mungkin karena tatapan tajam dari Raveno yang mengeluarkan aura intimidatif.

Raveno terus menatap Vanesa. Si gadis yang ditatap seperti itu jadi makin salah tingkah.

Uhuk! Uhuk!

Vanesa tersedak dan terbatuk-batuk. Raveno buru buru mengambilkan segelas teh hangat dan menyerahkannya ke Vanesa, lalu mengusap punggung Vanesa lembut. "Kalo makan hati-hati." Raveno memperingatkan Vanesa masih dengan nada lembut.

Vanesa hanya mampu mengangguk-angguk, masih bingung dengan sifat Raveno yang sangat berbeda ini. Apa tujuan laki-laki itu melakukan hal ini sebenarnya? Apakah dia hanya ingin mempermainkan perasaan Vanesa saja?

Vanesa yang masih bergulat dengan batinnya tak sadar jika bubur yang dia makan sudah habis. Gadis itu kembali memperhatikan Raveno yang sedang mengorek-ngorek kotak obat UKS.

"Minum." Lagi-lagi yang barusan itu terdengar seperti perintah dibanding permintaan.

Raveno beranjak dari tempat duduk dan pergi meninggalkan Vanesa. Sebelum Raveno benar-benar pergi, tiba-tiba Vanesa menahan tangannya.

Fake Nerd ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang